Thursday, 30 May 2013



A.      Pendahuluan
Agama memiliki prioritas pada program yang telah didasarkan oleh pendekatan eksistensialis dalam pendidikan. Yang terpenting disini adalah bahwa sugesti tersebut merupakan hasil dari filosof religius. Para eksistensialis percaya bahwa seorang murid harus diserahi kebebasan untuk membentuk wawasan keagamaan, jika ia telah berada di dalam jalan yang benar. Sekolah yang ideal adalah suatu yang mengijinkan murid untuk memperbaiki kesalehan, tak masalah doktrin mana yang dipillihnya.[1]
            Para eksistensialis menegaskan bahwa agama harus dipikirkan pada tingkat akademik, secara benar dan jalan komparatif. Mereka ingin agama tidak hanya sekedar perasaan keyakinan, tetapi juga menjadi suatu tindakan hidup. Menurut para  eksistensialis, masalah pengajaran di sekolah adalah peraga ntuk merealisasikan subyektivitas, yang berarti bahwa mereka mambantu keberadaan seseorang untuk menjadi sadar terhadap bakat personalnya dan untuk mengembangkan dan merealisasikan, agar mencakup makna berbagai masalah.[2]
            Tujuan utama pendidikan adalah membuat murid menemukan dirinya sendiri (dimensi batin), memahami kapasitasnya dan mendisiplinkan diri sendiri. Agar menjadi manusia, engkau harus mengada dan agar mengada engkau harus sadar terhadap keberadaan dirimu sendiri. Tujuan pendidikan adalah membuat peserta didik menjadi sadar terhadap keberadaan kesadarannya, sehingga ia dapat merealisasikan dirinya sendiri sebagai manusia. Hal itu adalah adalah tugas guru untuk menginisiasi pada peserta didik, kemampuan untuk menjadi dirinya sendiri.[3]
B.       Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, di ambil rumusan masalah sebagai berikut:
1.    Bagaimana tinjauan filosofis terhadap metode pendidikan islam?
2.    Bagaimana tinjauan filosofis terhadap lingkungan dalam pendidikan islam?
3.    Bagaimana tinjauan filosofis terhadap kurikulum dalam pendidikan islam?
C.      Pembahasan
1.    Tinjauan filosofis terhadap metode pendidikan islam
Untuk mengawali masalah metode dalam pendidikan islam, ada baiknya kita coba untuk mengedepankan pengertian dari metode itu sendiri. Sebab, mengerti tentang suatu permasalahan adalah sangat penting untuk menelaah secara filosofis permasalahan tersebut. Di bawah ini akan ditampilkan pendapat para ahli pendidikan tentang metode.
Osman Raliby dalam Kamus Internasional (1982), menampilkan pengertian bahwa metode ialah cara-cara kerja. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991) metode diartikan sebagai cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud (dalam ilmu pengetahuan dan lain sebagainya), cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. Dalam pengertian umum metode diartikan sebagai cara mengerjakan sesuatu.[4]
Dari beberapa pengertian para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa metode adalah suatu cara tertentu yang disusun secara sistematis untuk mempermudah pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Dalam proses pendidikan islam, metode mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam upaya mencapai tujuan. Karena, ia menjadi sarana yang melaksanakan materi pelajaran yang tersusun dalam kurikulum pendidikan sedemikian rupa sehingga dapat dipahami oleh anak didik menjadi pengertian-pengertian yang fungsional dalam tingkah lakunya. Antara metode, kurikulum dan tujuan pendidikan islam mengandung relevansi ideal dan operasional dalam proses kependidikan. Karena proses kependidikan islam mengandung makna internalisasi dan transformasi nilai-nilai ke dalam pribadi anak didik dalam upaya membentuk pribadi muslim yang beriman, bertaqwa dan berilmu pengetahuan yang amaliah yang mengacu pada tuntutan agama dan kebutuhan masyarakat.[5]
Dalam proses kependidikan tidak akan mungkin satu metode dipakai, akan tetapi harus diselingi dengan metode yang lain, dengan memperhatikan beberapa faktor terkait baik secara langsung maupun tidak langsung. Dan yang paling penting, dalam proses pendidikan Islam metode yang digunakan harus sesuai dengan karakter universal, seperti kondisi sosial, ekonomi, kebudayaan, peradaban antara individu yang satu dengan yang lainnya, sarana yang tersedia, biaya yang ada, dan bagaimana kemampuan seorang pendidik untuk menangkap situasi yang berlangsung menuju pada suatu perubahan (totalitas) yang diinginkan oleh pendidikan Islam. Maka, kemampuan seorang pendidik mengaplikasikan berbagai macam metode adalah menjadi sangat penting dalam proses pendidikan Islam.[6]
Filosof  eksistensialis, Heidegger menggunakan metode fenomenologi bagi analisis dan deskripsi eksistensi manusia. Ketika kita mengaplikasikan metode Heidegger untuk pendidikan, kita dapat menyimpulkan bahwa seorang pendidik akan membebaskan dirinya sendiri dari semua pikiran yang ditetapkan sebelumnya dan menjelaskan serta menggambarkan fenomena terhadap muridnya. Konsep eksistensialis tentang nilai pendidikan adalah metode partisipasi individual. Filosofi pendidikan eksperimentalis dan progresif telah membuat kegunaan metode partisipasi individual untuk skala tertentu dan mereka menganggapnya menjadi suatu masalah yang dapat di tambahkan dan dimasukkan ke dalam aktivitas murid dan digunakan dengan sesuai. Para eksistensialis memandang metode ini menjadi menarik bagi murid, dalam peristiwa yang hidup dan tidak menjauhkan diri darinya. Dengan kata lain, hal itu berarti bahwa murid akan menjadi antusias berkenaan dengan subyek di sekolah dan peristiwa-peristiwa itu mengambil tempat dalam lingkungannya, sehingga ia menyadari tentang hal yang baik dan buruk, benar dan salah, aspek positif dan negatif. Seorang guru yang menggunakan metode partisipasi akan mengijinkan muridnya untuk mendiskusikan semua topik yang ada.[7]
Abdul Munir Mulkan mengemukakan beberapa ayat yang dipergunakan sebagai rujukan pengembangan metode pendidikan islam:[8]
1.   Allah SWT menyuruh hamba-Nya untuk mencontoh Rasulullah, sebab sesungguhnya pada diri Rasulullah terdapat yang baikan bagi kamu sekalian.(Q. S. Al Ahzab/33:21)
2.     Allah SWT memerintahkan hamba-Nya untuk menyeru manusia kejalan Tuhan dengan hikmah dan pelajaran yang baik. Dan argumentasi yang dapat dipertanggung jawabkan. (Q. S. An Nahl/16:125)
3.   Allah SWT memerintahkan ummat islam untuk mengembangkan sikap arif dan bijaksana dalam melakukan dan menyelesaikan suatu aktifitas (berdiskusi dan bermusyawarah) serta bertawakal kepada-Nya.(Q. S. Ali Imron/3:159)(Q. S. Asy Syura/42:38)
4.   Manusia diperintahkan untuk berjalanlah di muka bumi perhatikan bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan Allah. ( Q. S. Al An’aam/6:11)
5.   Sesungguhnya telah berlaku sunnah-sunnah Allah sebelum kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan agama. ( Q. S. Ali Imron/3:137)
2.    Tinjauan filosofis terhadap lingkungan dalam pendidikan islam
Dapat dipahami bahwa lingkungan tarbiyah islamiyyah itu adalah suatu lingkungan yang di dalamnya terdapat ciri-ciri keislaman yang memungkinkan terselenggaranya pendidikan islam dengan baik. Lingkungan  atau tempat berguna untuk menunjang suatu kegiatan, termasuk kegiatan  pendidikan, karena tidak ada satupun kegiatan yang tidak memerlukan tempat di mana kegiatan itu diadakan. Sebagai lingkungan tarbiyah Islamiyyah, ia mempunyai fungsi antara lain menunjang terjadinya proses kegiatan belajar mengajar secara aman, tertib dan berkelanjutan.[9]
Salah satu sistem yang memungkin proses kependidikan Islam berlangsung secara konsisten dan berkesinambungan dalam rangka mencapai tujuannya adalah institusi atau kelembagaan pendidikan Islam. Dari  Peryataan ini dapat di pahami lingkungan Islam adalah sesuatu institusi atau lembaga di mana pendidikan itu barlangsung. Dalam berbagai sumber bacaan kependidikan, jarang di jumpai pendapat para ahli tentang pengertian lingkungan pendidikan. Kajian lingkungan pendidikan ini biasanya terintegrasi secara implisit dengan pembahasan mengenai macam–macam lingkungan pendidikan. Namun demikian, dapat dipahami bahwa lingkungan tarbiyah islamiyyah itu adalah suatu lingkungan yang di dalamnya terdapat ciri-ciri keislaman yang memungkinkan terselenggaranya pendidikan islam dengan baik.
Al-Qur’an tidak mengemukakan penjelasan mengenai lingkungan pendidikan Islam tersebut, kecuali lingkungan pendidikan yang dalam praktek sejarah digunakan sebagai tempat berlangsunnya kegiatan pendidikan, al-Qur’an secara langsung maupun tidak langsung menyinggungnya. Namun demikian , lingkungan sebagai sebuah tempat kegiatan sesuatu hal, mendapat pengarahan dan perhatian dari al- Qur;an. Sebagai tempat tinggal manusia pada umumnya, lingkungan dikenal dengan istilah al-qaryah diulang dalam al-Qur’an sebanyak 52 kali yang di hubungkan dengan keadaan tingkah laku penduduknya. Sebagaian ada yang dihubungkan dengan penduduknya yang berbuat durhaka lalu mendapat siksaan dari allah (Q.S. 4:75; 7:4; 17:16; 27:34) sebagaian di hubungkan dengan penduduknya yang berbuat baik sehingga menimbulkan suasana yang aman dan damai (An-Nahl ayat 112)
z>uŽŸÑur ª!$# WxsWtB Zptƒös% ôMtR$Ÿ2 ZpoYÏB#uä Zp¨ZͳyJôÜB $ygÏ?ù'tƒ $ygè%øÍ #Yxîu `ÏiB Èe@ä. 5b%s3tB ôNtxÿx6sù ÉOãè÷Rr'Î/ «!$# $ygs%ºsŒr'sù ª!$# }¨$t6Ï9 Æíqàfø9$# Å$öqyø9$#ur $yJÎ/ (#qçR$Ÿ2 šcqãèuZóÁtƒ ÇÊÊËÈ  
“Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezkinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian. kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat.”
Dan sebagaian lagi dihubungkan dengan tempat tinggal para nabi. semua ini menunjukan tentang pentingnya lingkungan atau tempat bagi suatu kegiatan, termasuk kegiatan pendidikan Islam.
3.    Tinjauan filosofis terhadap kurikulum dalam pendidikan islam
Secara etimologi, kurikulum berasal dari bahasa yunani, yaitu curir yang artinya berlari dan curere yang berarti tempat berpacu. Dalam UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003, kurikulum didefinisikan sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman dalam penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya pada setiap satuan pendidikan.[10]
Perkataan kurikulum mulai dikenal sebagai suatu istilah dalam dunia pendidikan sejak kurang lebih satu abad yang lalu. Istilah kurikulum muncul untuk pertama kalinya dalam Kamus Webster pada 1856. Pada tahun itu kurikulum digunakan dalam bidang olah raga, yaitu suatu alat yang membawa dari start sampai ke finish. Baru pada 1955 istilah kurikulum digunakan dalam bidang pendidikan, dengan arti sejumlah materi pelajaran dari suatu perguruan. Dalam kamus tersebut kurikilum diartikan dua macam, yaitu:
a.       Sejumlah materi pelajaran yang harus ditempuh atau dipelajari di sekolah atau perguruan tertinggi untuk memperoleh ijazah tertentu.
b.      Sejumlah materi pelajaran yang ditawarkan oleh suatu lembaga pendidikan atau jurusan.[11]
Sejak tahun 70 desain kurikulum di Amerika mengalami perubahan terutama setelah Schwabs menjelaskan pendapatnya (1969) bahwa bidang kurikulum sebagaimana dikembangkan melalui metode dan prinsip-prinsip yang pada saat itu memberikan konstribusi yang berarti terhadap perkembangan pendidikan harus memperoleh prinsip-prinsip yang mengembangkan pandangan-pandangan baru mengingat karakteristik terhadap problemnya. Perkembangan kurikulum membutuhkan prinsip-prinsip praktis dan integral yang dapat memberikan petunjuk pada permasalahan kurikulum dan pengambilan keputusan tentang tujuan dan langkah yang diperlukan untuk mencapai kurikulum yang memadai. Perkembangan kurikulum yang merupakan sintesis teori pendidikan dan ilmu jiwa tidak mencakup keterpaduan, baik filosofis maupun pendidikan. Masalah yang menyangkut tujuan akhir dan sasaran pendidikan memerlukan perhatian. Teknik baru pendidikan dan pengajaran menghasilkan akibat-akibat di luar penguasaan sekolah karena perhatian para pengembang kurikulum sangat terpusat pada unsur-unsur internal pengembangan kurikulum, seperti tujuan, metode pengajaran, sistem evaluasi, dan sebagainya yang sebenarnya memerlukan satu strategi yang komprehensif. Justifikasi bagi keberhasilan suatu kurikulum sangat tergantung pada kreatifitas dan penampilan guru. Guru yang kreatif dan berpenampilan baik dapat mendorong keberhasilan murid. Keberhasilan sebuah kurikulum adalah terutama ditetapkan oleh suatu proses pembelajaran yang dapat memberikan nilai-nilai tertentu untuk mencapai keberhasilan hidupnya.[12]
D.      Kesimpulan
Dalam proses pendidikan islam, metode mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam upaya mencapai tujuan. Karena, ia menjadi sarana yang melaksanakan materi pelajaran yang tersusun dalam kurikulum pendidikan sedemikian rupa sehingga dapat dipahami oleh anak didik menjadi pengertian-pengertian yang fungsional dalam tingkah lakunya. Lingkungan  atau tempat berguna untuk menunjang suatu kegiatan, termasuk kegiatan  pendidikan, karena tidak ada satupun kegiatan yang tidak memerlukan tempat di mana kegiatan itu diadakan. Sebagai lingkungan tarbiyah Islamiyyah, ia mempunyai fungsi antara lain menunjang terjadinya proses kegiatan belajar mengajar secara aman, tertib dan berkelanjutan.  Justifikasi bagi keberhasilan suatu kurikulum sangat tergantung pada kreatifitas dan penampilan guru. Keberhasilan sebuah kurikulum adalah terutama ditetapkan oleh suatu proses pembelajaran yang dapat memberikan nilai-nilai tertentu untuk mencapai keberhasilan hidupnya.


DAFTAR PUSTAKA

Arifin,  Zainal. Pengembangan Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan Islam. Yogyakarta: diva press. 2012.
Bayrakli, Bayraktar. Prinsip dan Metode Pendidikan Islam. Jakarta: Inisiasi Press. 2004.
Feisal, Jusuf Amir. Reorientasi Pendidikan Islam. Jakarta: Gema Insan Press. 1995.
Rosyadi, Khoiron. Pendidikan Profeti., Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2004.
http://cafebaca.blogspot.com/2010/08/tinjauan-filosofis-terhadap-metode.html


[1] Bayraktar Bayrakli, Prinsip dan Metode Pendidikan Islam, Jakarta: Inisiasi Press, 2004, hal. 121
[2] Ibid,  hal. 122
[3] Ibid, hal. 128
[4] Khoiron Rosyadi, Pendidikan Profetik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004, hal 208-209
[5] Ibid, hal 212,
[6] Ibid, hal 238-239
[7] Op.Cit.,Bayraktar bayrakli, hal. 125-127

[10] Zainal Arifin,  Pengembangan Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan Islam, , Yogyakarta: diva press, 2012, hal 35-36
[11] Op.Cit., Rosyadi Choiron, hal.240
[12] Jusuf Amir Feisal, Reorientasi Pendidikan Islam, Jakarta: Gema Insan Press, 1995, hal. 56-69

Wednesday, 29 May 2013

Akhir sebuah cerita


mencari laki-laki yang bener2 baik antra hati, fikiran n perbuatan itu trnyta tidak mudah...
terkadang kita termanipulasi dengan ketampanan, kekayaan, bahkan penampilan yang membwa fkiran kita bahwa dia itu baik,,,
namun.... trnyta cover yang begitu menarik, tidak menjamin semuanya itu bagus...
mungkin seorang ittu sangat pandai menympan kebohongan,,,
tapi... sepandai2 menyimpan bangkai pasti akan tercium juga....
jika kebohongan itu sudah terbongkar semuanya....
maka Allah telah menunjukkan kekuasaanNya
kepada hambaNya yang sellalu meminta petunjukNya,,,
Semoga Allah juga akan menunjukan laki-laki yang benar2 baik dalam urusan dunia dan akhirat....