ETIKA PENDIDIK
BAB I
PEDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Pendidikan
mempunyai dua arti, ialah arti luas dan arti sempit. Pendidik dalam arti luas
adalah semua orang yang berkwajiban membina anak-anak, secara alamiah semua
anak, sebelum mereka dewasa menerima pembinaan dari orang-orang dewasa agar
mereka dapat berkembang dan bertumbuh secara wajar. Sememntara itu pendidik
dalam arti sempit adalah orang-orang yang disiapkan dengan sengaja untuk
menjadiguru dan dosen. Kedua pendidik ini di beri pelajarantentang pendidikan
dalam waktu relatif lama agar mereka menguasai ilmu itu dan terampil
melaksanakannya di lapangan.[1]
Dalam sebuah hadits
ان الله سبحا نه
وملائكته واهل سماواته وارضه حتى النملة فى حجرهاوحتى الحوت فى البحرليصلون على
معلمى الناس الخير (رواه الترمذى عن ابن ماجه)
“sesungguhnya Allah yang maha suci
dan para malaikatNya serta semua penghuni langit dan bumiNya, sampai semut
dalam lubangnya dan ikan di dasar laut sekalipun, niscaya akan memintakan
rahmat bagi orang-orang yang mengajar manusia kepada kebaikan” (HR. Turmudzi
dari Ibnu majah).[2]
Dalam hadits tersebut telah dijelaskan bahwa manusia yang
mengajar kepada kebaikan akan dimuliakan, bahkan hewan pun turut memuliakannya.
Sebagaimana teori
barat, pendidik dalam islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab
terhadap perkembangan peserta didiknya
dengan upaya mengembangkan seluruh potensi peserta didik, baik potensi efektif
(rasa), kognitif (cipta), maupun psikomotorik (karsa). Pendidik berarti juga
orang dewasa yang beertanggung jawab memberi pertolongan pada peserta didiknya
dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapai tingkat kedewasaan,
mampu berdiri sendiri dan memenuhi tugasnya
sebagai hamba dan khalifah Allah SWT, dan mampu melaksanakantugas sebagai
makhluk individu yang mandiri.[3]
B.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang maslah tersebut dapat di ambil
rumusan maslah sebagai berikut:
1.
Bagaimana etika pendidik dalam pendidikan?
2.
Bagaimana kedudukan dan tugas pendidik dalam pendidikan islam?
3.
Bagaimanakah pendidik yang profesional?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Etika dalam Pendidikan
Pendidik pertama dan utama
adalah orang tua sendiri. Mereka berdua yang bertanggung jawab penuh atas
kemajuan perkembangan anak, karena sukses tidaknya anak sangat tergantung
kepada pengasuhan, perhatian dan pendidikannya. Kesuksesan anak merupakan
cermin atas kesuksesanorang tua juga.[4]
Firman Allah yang artinya
“peliaralah dirimu dan keluargamu
dari api neraka” (QS.At-Tahrim:6)
Dari potongan terjemah tersebut dapat dipahami bahwa yang
paling penting pertama kali yang di didik adalah keluarga dan diri sendiri.
Pendidik yang
dimaksud disini adalah mereka yang memberikan pelajaran anak didik, yang memegang
suatu mata pelajaran tertentu di madrasah atau sekolah.[5]
Kode etik pendidik adalah salah satu bagiandari profesi pendidik. Artinya
setiap pendidik yang profesional aka melaksanakan etika jabatannya sebagai
pendidik. [6]
ISPI dalam temu
karya pendidikan III dan rakornas di Bandung tahun 1991 mengemukakan kode etik
sarjana pendidikan indonesia sebagai berikut:1)bertaqwa kepada Tuhan yang maha
esa, setia dan jujur berdasarkan pancasila dan UUD 1945. 2)menjunjung tinggi harkat
dna martabat peserta didik. 3)menjunjung tinggi ilmu pengetahuan, tehnologi,
dan seni untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. 4)selalu menjalankantugas dengan
berpegang teguh kepada kebudayaan nasional dan ilmu pendidikan. 5)selalu
melaksanakan pendidikann, penelitian, dan pengabdian kepada mmasyarakat.[7]
Dalam bahasa yang
berbeda, Muhammad Athiyah Al-Abrasyi[8]
mennentukan kode etik pendidik dalam pendidikan islam sebagai berikut:
a.
Mempunyai watak kebapakan sebelum menjadi seorang pendidik, sehingga ia
menyayangi peserta didiknya seperti menyayangi anak nya sendiri.
b.
Adanya komunikasi yang aktif antara pendidik dan peserta didik. Pola
komunikasi dalam interaksi dapat diterapkan ketika terjadi proses belajar
mengajar.
c.
Memerhatikan kemampuan dan kondisi peserta didiknya. Pemberian materi
pelajaran harus di ukur dengan kadar kemampuannya. Sabda Nabi SAW
نَحْنُ مَعَاشِرَالْاَنْبِيَاءِاُمِرْنَااَنْ نُنْزِلَ النَّاسَ
مَنَازِلَهُمْ وَنُكَلِّمَهُمْ عَلىَ قَدْرِعُقُوْلِهِمْ
“kami paara nabi diperintahkan unuk menempatakan pada
posisinya, berbicara dengan seseorang sesuai dengan kemampuan akalnya” (HR.
Abu Bakr Ibn al-Syakhir)
d.
Mengetahui kepentingan bersama, tidak terfokus pada sebagian peserta didik.
e.
Mempunyai sifat-sifat keadilan, kesucian, dan kesempurnaan.
f.
Ikhlas dalam menjalankan aktifitasnya.
g.
Dalam mengajar supaya mengaitkan materi satu dengan materi lainnya.
h.
Memberi bekal peserta didik dengan ilmu yang mengacu pada masa depan.
i.
Sehat jasmani dan rohani serta mempunyai kepribadian yang kuat, tanggung
jawab, dan mampu mengatasi problem peserta didik, serta mempunyai rencana yang
matang untuk menatap masa depan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh.
2. Kedudukan dan Tugas Pendidik
dalam Pendidikan Islam
Dalam beberapa hadits
disebutkan: ‘jadilah engkau sebagai guru, atau pelajar, atau pendengar, atau
pecinta, dan janganlah kamu menjadi orang yang kelima, sehingga engkau menjadi
rusak”. Islam menempatkan pendidik setingkat dengan derajat seorang Rasul.[9]
قُمْ
لِلْمُعَلِّمِ وَفِهِ التَّبْجِيْلَ
كَأ
دَالْمُعَلِّمُ اَنْ يَكُوْنَ رَسُوْلاً
“berdiri dan hormatilah guru dan
berilah penghargaan,
Seorang
guru itu hampir saja merupakan seorang rasul”
Pendidik disebut sebagai
orang-orang besar (great individuals) yang aktifitasnya lebih baik dari pada
ibadah setahun (QS, At-taubah:122). Andai kata dunia tidak ada pendidik,
niscaya manusia seperti binatang, kebinatangan (baik binatang buas maupun
binatang jinak).
Sesungguhnya seorang pendidik
bukanlah bertugas memindahkan atau mentransfer ilmunya kepada anak didiknya.
Tetapi pendidik juga bertanggung jawab atas pengolahan, pengarah fasilitator
dan perencanaan. Oleh karena itu, fungsi dan tugas pendidik dapat disimpulkan
menjadi tiga bagian yaitu:[10]
a.
Sebagai intruksional (pengajar), yang bertugas merencanakan program
pengajaran dan melaksanakan program yang telah disusun serta mengakhiri dengan
pelaksanaan penilaian setelah program dilakukan.
b.
Sebagai edukator (pendidik), yang mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan
dan berkepribadian kamil seiring dengan tujuan Allah SWT menciptakannya.
c.
Sebagaimana gerial (pemimpin), yang memimpin, mengendalikan kepada diri
sendiri, peserta didik dan masyarakat yang terkait, terhadap berbagai
masalahyang menyangkut upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian,
pengontrol, dan partisipasi atas program pendidikan yang dilakukan.
Pendidik merupakan salah satu
faktor dalam proses pendidikan yang memegang peranan penting. Pendidik atau
guru inilah yang bertanggung jawab dalam pentransferan nilai-nilai yang telah
ditetapkan oleh lembaga pendidikan untuk dimiliki oleh para terdidik.
Keberhasilan aktifitas pendidik banyak bergantung kepada keberhasilan para
pendidiknya dalam mengemban misi kependidikannya. Itulah sebabnya, islam sangat
menghormati dan menghargai orang-orang yang mau bertugas sebagai pendidik atau
sebagai guru.[11]
3. Pendidik yang Profesional
Dalam situasi tertentu tugas
guru dapat diwakilkan atau dibantu oleh unsur lain seperti oleh media
tehnologi, tetapi tidak dapat digantikan. Mendidik adlah pekerjaan profesional,
oleh karrena itu guru sebagai pelaku utama pendidik merupakan pendidik
profesional. Sebagai pendidik profesional, guru bukan saja dituntut
melaksanakan tugasnya secara profesional, tetapi juga harus memiliki pegetahuan
dan kemampuan profesional.[12]
Departemen pendidikan dan
kebuudayaan (1980) telah merumuskan kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki
guru dan mengelompokannya atas tiga dimensi umum kemampuan, yaitu:
a.
Kemampuan profesional, yang mencakup
1)
Penguasaan materi pelajaran, mencakup bahan yang akan diajarkan dan dasar
keilmuan dari bahan pelajaran tersebut.
2)
Penguasaan landasan dan wawasan kependidikan dan keguruan.
3)
Penguasaan proses kependidikan, keguruan dan pembelajaran siswa.
b.
Kemampuan sosial, yaitu kemampuan menyesuaikan diri dengan tuntutan kerja
dan lingkungan sekitar.
c.
Kemampuan personal yang mencakup
1)
Penampilan sikap yang positif terhadap keseluruhan tugasnya sebagai guru,
dan terhadap keseluruhan situasi pendidikan.
2)
Pemahaman, penghayatan, dan penampilan nilai-nilai yang seyogyanya dimiliki
guru.
3)
Penampilan upaya untuk menjadikan dirinya sebagai anutan dan teladan bagi
para siswanya.
Diantara kemampuan sosial dan
personal yang paling mendasar yang harus di kuasai guru adalah idealisme,
idealisme dalam pendidikan. Perbuatan mendidik harus dilandasi oleh sikap dan
keyakinan sebagai pengabdian pada nusa, bangsa dan kemanusiaan, untuk
mencerdaskan bangsa, untuk melahirkan generasi pembangunan atau generasi
penerus yang leih andal, dan sebagainya. Kalau perbuatan mendidik hanya
didorong oleh kebutuhan memperoleh nafkah, maka guru-guru hanya akan bekerja
ala kadarnya, bekerja secara mekanistis dan formalitas.[13]
Dilihat dari dimensi sosialnya,
Imam al-Ghazali, al-Nahlawi, dan al-abrasyi menyatakan bahwa seorang guru harus
bersikap lemah lembut dan kasih sayang terhadap peserta didik, suka memaafkan
terhadap anak didik, mampu menahan diri, lapang dada, sabar, mampu mencegah
peserta didik dari akhlak yang jelek dengan cara sindiran dan tidak tunjuk
hidung, dan bersikap adil diantara anak didiknya. Sedangkan syarat-syarat
pendidik adalah sebagai berikut:
a.
Memilki sifat Robbani
b.
Sabar dan sifat Ikhlas
c.
Memiliki sifat Zuhud
d.
Memilki sifat jujur dan konsekuen
e.
Memilki sifat sabar dan tabah hati
f.
Memilki sifat penyantun dan pemaaf
g.
Memiliki sifat keteladanan
h.
Memilki sifat adil
i.
Memilki sifat kebapakan atau keibuan
j.
Mengetahui dan memahami karakter anak didik
k.
Menguasai bidang studinya dan terus menerus meningkatkan pengetahuannya
Demikianlah beberpa sifat atau
syarat yang harus dimiliki oleh setiap pendidik dalam pendidikan secara umum,
disamping itu juga bisa ditambahkan dengan syarat-syarat teknis lain yang
bersifat khusus.
BAB III
KESIMPULAN
Kesimpulan
Kasih sayang kepada anak didik,
ikhlas, tidak menjelekan ilmu-ilmu diluar keahliannya di kalangan muridnya
merupakan sebagian dari etika menjadi seorang pendidik. Dalam islam kedudukan
seorang pendidik setingkat dengan derajat seorang Raasul. Semua orang tidak
sembarang menjadi pendidik, karena pendidik merupakan orang yang muliadan harus
dihormati, mempunyai kewibawaan, dan sifat-sifat yang baik. Oleh karena itu,
diperlukan sosok guru yang mempunyai kualifikasi, kompetensi, dedikasi yang
tinggi dalam menjalankan tugas profesionalnya.
DAFTAR PUTAKA
Falah,
Ahmad. Hadits Tarbawi. Kudus: Nora Media Enteprise. 2010
Mujib, Abdul dan Jusuf, Mudzakir. Ilmu Pendidikan
Islam. Jakarta: Kencana. 2006
Pidarta, Made. Landasan Kependidikan. Jakarta: PT
Rineka Cipta. 1997
Sukmadinata, Nana Syaodih. Pengnembangan Kurikulum.
Bandung: PT remaja Rosda Karya. 2000
Http://tanbihun
.com/pendidikan/pendidik-dalam-pendidikan-islam
[12] Nana Syaudih Sukmadinata,
Pengembangan Kurikulum, Bandung: PT
Remaja Rosda Karya, 2000, hal 192