Monday, 30 April 2012

ETIKA PENDIDIK


ETIKA PENDIDIK


BAB I
PEDAHULUAN

A.    Latar Belakang  Masalah
Pendidikan mempunyai dua arti, ialah arti luas dan arti sempit. Pendidik dalam arti luas adalah semua orang yang berkwajiban membina anak-anak, secara alamiah semua anak, sebelum mereka dewasa menerima pembinaan dari orang-orang dewasa agar mereka dapat berkembang dan bertumbuh secara wajar. Sememntara itu pendidik dalam arti sempit adalah orang-orang yang disiapkan dengan sengaja untuk menjadiguru dan dosen. Kedua pendidik ini di beri pelajarantentang pendidikan dalam waktu relatif lama agar mereka menguasai ilmu itu dan terampil melaksanakannya di lapangan.[1]
Dalam sebuah hadits
ان الله سبحا نه وملائكته واهل سماواته وارضه حتى النملة فى حجرهاوحتى الحوت فى البحرليصلون على معلمى الناس الخير (رواه الترمذى عن ابن ماجه)
“sesungguhnya Allah yang maha suci dan para malaikatNya serta semua penghuni langit dan bumiNya, sampai semut dalam lubangnya dan ikan di dasar laut sekalipun, niscaya akan memintakan rahmat bagi orang-orang yang mengajar manusia kepada kebaikan” (HR. Turmudzi dari Ibnu majah).[2]
Dalam hadits tersebut telah dijelaskan bahwa manusia yang mengajar kepada kebaikan akan dimuliakan, bahkan hewan pun turut memuliakannya.
Sebagaimana teori barat, pendidik dalam islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap  perkembangan peserta didiknya dengan upaya mengembangkan seluruh potensi peserta didik, baik potensi efektif (rasa), kognitif (cipta), maupun psikomotorik (karsa). Pendidik berarti juga orang dewasa yang beertanggung jawab memberi pertolongan pada peserta didiknya dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri dan memenuhi tugasnya sebagai hamba dan khalifah Allah SWT, dan mampu melaksanakantugas sebagai makhluk individu yang mandiri.[3]

B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang maslah tersebut dapat di ambil rumusan maslah sebagai berikut:
1.      Bagaimana etika pendidik dalam pendidikan?
2.      Bagaimana kedudukan dan tugas pendidik dalam pendidikan islam?
3.      Bagaimanakah pendidik yang profesional?




BAB II
PEMBAHASAN

1.      Etika   dalam Pendidikan
Pendidik pertama dan utama adalah orang tua sendiri. Mereka berdua yang bertanggung jawab penuh atas kemajuan perkembangan anak, karena sukses tidaknya anak sangat tergantung kepada pengasuhan, perhatian dan pendidikannya. Kesuksesan anak merupakan cermin atas kesuksesanorang tua juga.[4]
            Firman Allah yang artinya
            peliaralah dirimu dan keluargamu dari api neraka” (QS.At-Tahrim:6)
Dari potongan terjemah tersebut dapat dipahami bahwa yang paling penting pertama kali yang di didik adalah keluarga dan diri sendiri.
Pendidik yang dimaksud disini adalah mereka yang memberikan pelajaran anak didik, yang memegang suatu mata pelajaran tertentu di madrasah atau sekolah.[5] Kode etik pendidik adalah salah satu bagiandari profesi pendidik. Artinya setiap pendidik yang profesional aka melaksanakan etika jabatannya sebagai pendidik. [6]
ISPI dalam temu karya pendidikan III dan rakornas di Bandung tahun 1991 mengemukakan kode etik sarjana pendidikan indonesia sebagai berikut:1)bertaqwa kepada Tuhan yang maha esa, setia dan jujur berdasarkan pancasila dan UUD 1945. 2)menjunjung tinggi harkat dna martabat peserta didik. 3)menjunjung tinggi ilmu pengetahuan, tehnologi, dan seni untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. 4)selalu menjalankantugas dengan berpegang teguh kepada kebudayaan nasional dan ilmu pendidikan. 5)selalu melaksanakan pendidikann, penelitian, dan pengabdian kepada mmasyarakat.[7]
Dalam bahasa yang berbeda, Muhammad Athiyah Al-Abrasyi[8] mennentukan kode etik pendidik dalam pendidikan islam sebagai berikut:
a.       Mempunyai watak kebapakan sebelum menjadi seorang pendidik, sehingga ia menyayangi peserta didiknya seperti menyayangi anak nya sendiri.
b.      Adanya komunikasi yang aktif antara pendidik dan peserta didik. Pola komunikasi dalam interaksi dapat diterapkan ketika terjadi proses belajar mengajar.
c.       Memerhatikan kemampuan dan kondisi peserta didiknya. Pemberian materi pelajaran harus di ukur dengan kadar kemampuannya. Sabda Nabi SAW
نَحْنُ مَعَاشِرَالْاَنْبِيَاءِاُمِرْنَااَنْ نُنْزِلَ النَّاسَ مَنَازِلَهُمْ وَنُكَلِّمَهُمْ عَلىَ قَدْرِعُقُوْلِهِمْ
kami paara nabi diperintahkan unuk menempatakan pada posisinya, berbicara dengan seseorang sesuai dengan kemampuan akalnya” (HR. Abu Bakr Ibn al-Syakhir)
d.      Mengetahui kepentingan bersama, tidak terfokus pada sebagian peserta didik.
e.       Mempunyai sifat-sifat keadilan, kesucian, dan kesempurnaan.
f.       Ikhlas dalam menjalankan aktifitasnya.
g.      Dalam mengajar supaya mengaitkan materi satu dengan materi lainnya.
h.      Memberi bekal peserta didik dengan ilmu yang mengacu pada masa depan.
i.        Sehat jasmani dan rohani serta mempunyai kepribadian yang kuat, tanggung jawab, dan mampu mengatasi problem peserta didik, serta mempunyai rencana yang matang untuk menatap masa depan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh.

2.      Kedudukan dan Tugas Pendidik dalam Pendidikan Islam
Dalam beberapa hadits disebutkan: ‘jadilah engkau sebagai guru, atau pelajar, atau pendengar, atau pecinta, dan janganlah kamu menjadi orang yang kelima, sehingga engkau menjadi rusak”. Islam menempatkan pendidik setingkat dengan derajat seorang Rasul.[9]
قُمْ لِلْمُعَلِّمِ وَفِهِ التَّبْجِيْلَ
كَأ دَالْمُعَلِّمُ اَنْ يَكُوْنَ رَسُوْلاً                            
berdiri dan hormatilah guru dan berilah penghargaan,
                                    Seorang guru itu hampir saja merupakan seorang rasul”
Pendidik disebut sebagai orang-orang besar (great individuals) yang aktifitasnya lebih baik dari pada ibadah setahun (QS, At-taubah:122). Andai kata dunia tidak ada pendidik, niscaya manusia seperti binatang, kebinatangan (baik binatang buas maupun binatang jinak).
Sesungguhnya seorang pendidik bukanlah bertugas memindahkan atau mentransfer ilmunya kepada anak didiknya. Tetapi pendidik juga bertanggung jawab atas pengolahan, pengarah fasilitator dan perencanaan. Oleh karena itu, fungsi dan tugas pendidik dapat disimpulkan menjadi tiga bagian yaitu:[10]
a.       Sebagai intruksional (pengajar), yang bertugas merencanakan program pengajaran dan melaksanakan program yang telah disusun serta mengakhiri dengan pelaksanaan penilaian setelah program dilakukan.
b.      Sebagai edukator (pendidik), yang mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan dan berkepribadian kamil seiring dengan tujuan Allah SWT menciptakannya.
c.       Sebagaimana gerial (pemimpin), yang memimpin, mengendalikan kepada diri sendiri, peserta didik dan masyarakat yang terkait, terhadap berbagai masalahyang menyangkut upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrol, dan partisipasi atas program pendidikan yang dilakukan.
Pendidik merupakan salah satu faktor dalam proses pendidikan yang memegang peranan penting. Pendidik atau guru inilah yang bertanggung jawab dalam pentransferan nilai-nilai yang telah ditetapkan oleh lembaga pendidikan untuk dimiliki oleh para terdidik. Keberhasilan aktifitas pendidik banyak bergantung kepada keberhasilan para pendidiknya dalam mengemban misi kependidikannya. Itulah sebabnya, islam sangat menghormati dan menghargai orang-orang yang mau bertugas sebagai pendidik atau sebagai guru.[11]
3.      Pendidik yang Profesional
Dalam situasi tertentu tugas guru dapat diwakilkan atau dibantu oleh unsur lain seperti oleh media tehnologi, tetapi tidak dapat digantikan. Mendidik adlah pekerjaan profesional, oleh karrena itu guru sebagai pelaku utama pendidik merupakan pendidik profesional. Sebagai pendidik profesional, guru bukan saja dituntut melaksanakan tugasnya secara profesional, tetapi juga harus memiliki pegetahuan dan kemampuan profesional.[12]
Departemen pendidikan dan kebuudayaan (1980) telah merumuskan kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki guru dan mengelompokannya atas tiga dimensi umum kemampuan, yaitu:
a.       Kemampuan profesional, yang mencakup
1)      Penguasaan materi pelajaran, mencakup bahan yang akan diajarkan dan dasar keilmuan dari bahan pelajaran tersebut.
2)      Penguasaan landasan dan wawasan kependidikan dan keguruan.
3)      Penguasaan proses kependidikan, keguruan dan pembelajaran siswa.
b.      Kemampuan sosial, yaitu kemampuan menyesuaikan diri dengan tuntutan kerja dan lingkungan sekitar.
c.       Kemampuan personal yang mencakup
1)      Penampilan sikap yang positif terhadap keseluruhan tugasnya sebagai guru, dan terhadap keseluruhan situasi pendidikan.
2)      Pemahaman, penghayatan, dan penampilan nilai-nilai yang seyogyanya dimiliki guru.
3)      Penampilan upaya untuk menjadikan dirinya sebagai anutan dan teladan bagi para siswanya.
Diantara kemampuan sosial dan personal yang paling mendasar yang harus di kuasai guru adalah idealisme, idealisme dalam pendidikan. Perbuatan mendidik harus dilandasi oleh sikap dan keyakinan sebagai pengabdian pada nusa, bangsa dan kemanusiaan, untuk mencerdaskan bangsa, untuk melahirkan generasi pembangunan atau generasi penerus yang leih andal, dan sebagainya. Kalau perbuatan mendidik hanya didorong oleh kebutuhan memperoleh nafkah, maka guru-guru hanya akan bekerja ala kadarnya, bekerja secara mekanistis dan formalitas.[13]
Dilihat dari dimensi sosialnya, Imam al-Ghazali, al-Nahlawi, dan al-abrasyi menyatakan bahwa seorang guru harus bersikap lemah lembut dan kasih sayang terhadap peserta didik, suka memaafkan terhadap anak didik, mampu menahan diri, lapang dada, sabar, mampu mencegah peserta didik dari akhlak yang jelek dengan cara sindiran dan tidak tunjuk hidung, dan bersikap adil diantara anak didiknya. Sedangkan syarat-syarat pendidik adalah sebagai berikut:
a.       Memilki sifat Robbani
b.      Sabar dan  sifat Ikhlas
c.       Memiliki sifat Zuhud
d.      Memilki sifat jujur dan konsekuen
e.       Memilki sifat sabar dan tabah hati
f.       Memilki sifat penyantun dan pemaaf
g.      Memiliki sifat keteladanan
h.      Memilki sifat adil
i.        Memilki sifat kebapakan atau keibuan
j.        Mengetahui dan memahami karakter anak didik
k.      Menguasai bidang studinya dan terus menerus meningkatkan pengetahuannya
Demikianlah beberpa sifat atau syarat yang harus dimiliki oleh setiap pendidik dalam pendidikan secara umum, disamping itu juga bisa ditambahkan dengan syarat-syarat teknis lain yang bersifat khusus.














BAB III
KESIMPULAN

Kesimpulan
Kasih sayang kepada anak didik, ikhlas, tidak menjelekan ilmu-ilmu diluar keahliannya di kalangan muridnya merupakan sebagian dari etika menjadi seorang pendidik. Dalam islam kedudukan seorang pendidik setingkat dengan derajat seorang Raasul. Semua orang tidak sembarang menjadi pendidik, karena pendidik merupakan orang yang muliadan harus dihormati, mempunyai kewibawaan, dan sifat-sifat yang baik. Oleh karena itu, diperlukan sosok guru yang mempunyai kualifikasi, kompetensi, dedikasi yang tinggi dalam menjalankan tugas profesionalnya.



















DAFTAR PUTAKA

Falah, Ahmad. Hadits Tarbawi. Kudus: Nora Media Enteprise. 2010
Mujib, Abdul dan Jusuf, Mudzakir. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta:   Kencana. 2006
Pidarta, Made. Landasan Kependidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta. 1997
Sukmadinata, Nana Syaodih. Pengnembangan Kurikulum. Bandung: PT remaja Rosda Karya. 2000
Http://tanbihun .com/pendidikan/pendidik-dalam-pendidikan-islam



[1] Made pidarta, Landasan Kependidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 1997, hal 264.
[2] Ahmad Falah, Hadits Tarbawi, Kudus:  Nora Media Enteprise,2010, hal 112.
[3] Ibid, hal 113
[4] Ibid, hal 113.
[5] http://tanbihun.coom?pendidikan /pendidik-dalam-pendidikan-islam.
[6] Made pidarta, Op.Cit hal 27
[7]Ibid hal 272
[8] Abul Mujib dan jusuf mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam, Jalarta:Kencana, 2006 hal 98
[9] Abdul Mujib, Op.Cit hal 89
[10] Ibid, hal 90
[11] Ibid, hal 115
[12] Nana Syaudih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, Bandung: PT  Remaja Rosda Karya, 2000, hal 192
[13] Ibid, hal 193-194

No comments:

Post a Comment