Sunday, 24 June 2012

PEMBELAJARAN EFEKTIF TERHADAP APLIKASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBENTUK AKHLAQ SISWA MADRASAH

PEMBELAJARAN EFEKTIF TERHADAP APLIKASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBENTUK AKHLAQ SISWA MADRASAH

A.            LATAR BELAKANG MASALAH
Madrasah telah lama dianggap sebagai sebuah lembaga sosial yang memiliki fokus terutama pada pengembangan intelektual dan moral siswanya. Misi madrasah adalah menjadikan madrasah itu sendiri berciri khas agama islam, yang mampu menciptakan anak bangsa yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT.,  dan berakhlaq mulia. Pengembangan ini diharapkan menjadi semacam idealisma bagi para siswa agar mereka semakin mampu mengembangkan ketajaman intelektual dan integritas diri sebagai pribadi yang memiliki akhlaq yang baik.[1]
Sekarang kita berada dalam era globalisasi dengan teknologi yang canggih, hal-hal kecil dapat diketahui banyak orang melalui expos media. Dunia pendidikan kita masih on the track dalam arti masih dijalur yang bagus untuk meningkatkan etika termasuk akhlak para siswa madrasah di tengah modernisasi dan globalisasi, secara minoritas 99% siswa masih berakhlak mulia, hormat dengan orang tua, gurunya, tidak mau tawuran, punya kemandirian, serta keberanian. Namun, kenapa itu tidak terlihat bahkan malah yang menonjol terlihatkan anak-anak tawuran, pemakai narkoba dan sejenisnya padahal jumlah mereka tidak lebih banyak.[2]
Pendidikan merupakan sarana penting dalam pendidikan  moral dan akhlaq siswa. sebagai salah satu peran yang dapat membangun moral adalah dengan pendidikan agama. Di samping hal tersebut, pendidik juga sebagai pendorong tercapainya siswa bermoral karena pendidik seharusnya menjadi keteladanan terhadap siswanya.[3]

B.     RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan Latar Belakang Masalah tersebut, dapat di ambil Rumusan Masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana pembelajaran pendidikan agama islam di dalam madrasah?
2.      Bagaimana aplikasi pendidikan agama islam dalam membentuk akhlak siswa madrasah?
3.      Mengapa akhlak siswa madrasah belum sepenuhnya sesuai dengan pendidikan agama islam yang diajarkan dan bagaimana solusinya?

C.     PEMBAHASAN
1.    Pembalajaran Pendidikan Agama Islam di dalam Madrasah
Kegiatan pembelajaran adalah satu usaha yang bersifat sadar tujuan, yang dengan sistematik terarah pada perubahan tingkah laku. Proses pendidikan berlangsung tidak tanpa alasan atau tujuan. Tidak cukup bagi seorang guru hanya memperhatikan bahan atau materi yang akan diajarkan, juga tidak cukup bagi seorang guru untuk hanya mengutamakan teknik dan klasifikasi interaksi. Kegiatan pembelajaran adalah kegiatan yang terjadi dalam situasi, dan suatu suasana kegiatan guru dan siswa yang disebut interaksi edukatif. Di dalam kegiatan pembelajaran diperlukan komunikasi yang tepat, dalam interaksi dan komunikasi itu diperlukan adanya jalinan simpati antara guru dan siswa. Siswa dapat membuat percobaan dan mendemonstrasikan sesuatu proses, dan lain-lain. Kita belajar 10% dari apa yang kita baca, 20% dari apa yang kita dengar, 30% dari apa yang kita lihat, 50%dari apa yang kita lihat dan dengar, 70% dari apa yang kita katakan, dan 90% dari apa yang kita katakan dan lakukan.[4]
Perguruan islam khususnya madrasah yang memiliki tujuan menghasilkan manusia muslim yang menghayati dan mengamalkan ajaran agamanya, dapat menjadikan semua mata pelajaran sebagai wahana untuk meningkatkan keberhasilan pendidikan agama, artinya dengan melalui mata pelajaran sains, ilmu-ilmu sosial, matematika, dan sebagainya kita laksanakan berbarengan yang dijiwai pendidikan agama. Dengan kata lain,  semua mata pelajaran umum harus diberikan nuansa keislaman yang operasionalnya diintegrasikan melalui pokok/subpokok bahasan yang memiliki keterkaitan dengan nilai-nilai keislaman yang relevan. Di sini di tuntut kemampuan seorang guru yang mengajar di madrasah agar dapat memanfaatkan setiap mata pelajaran yang diberikan kepada siswa mengarah kepada penekanan keyakinan dan kebenaran ajaran agama secara ikhlas sebagai pemenuhan terhadap kebutuhan manusia.
Setiap mata pelajaran yang diberikan tanpa menggunakan pendekatan agama, bukan saja kurang efektif bagi pendidikan agama, tetapi juga dapat menimbulkan jurang pemisah antara agama di satu pihak dengan ilmu pengetahuan di lain pihak. Sikap ambivalensi semacam itu akan bertentangan dengan ajaran agama islam,  serta dapat menimbulkan kesalah pahaman dalam memenuhi ajaran agama. Menjadikan ajaran agama islam sebagai ciri khas satuan pendidikan termasuk juga pada madrasah adalah sekaligus ajaran agama islam ditempatkan sebagai Basic Reference seluruh kegiatan pendidikan ajaran agama islam merupakan pondasi dari seluruh aktivitas kehidupan manusia muslim, dan karena itu proporsional manakala setiap kegiatan pendidikan di satuan pendidikan dan juga di madrasah memahami rujukan utama Al Quran dan Sunnah Rasul, baik pada tingkat aplikasi pelaksanaan maupun konseptual.[5]

2.    Aplikasi Pendidikan Agama Islam dalam Membentuk Akhlaq Siswa Madrasah
Secara umum akhlaq disamakan artinya dengan budi pekerti, kesusilaan, sopan santun dalam bahasa indonesia, dalam bahasa inggris disamakan dengar arti kata moral, ethic. Menurut Abdullah Dirroj, akhlaq adalah suatu kekuatan dalam kehendak yang mantap, kekuatan dan kehendak berkombinasi membawa kecenderungan pada pemilihan pihak yang benar (dalam hal akhlaq baik) atau pihak yang jahat (dalam hal akhlaq jahat).[6]
Selain memelihara kesehatan jiwa, akhlaq juga berupaya mengobati penyakit mental, sehingga kekuatan mental dapat dipulihkan. Jadi dapat dikatakan bahwa akhlaq juga sebagai pengobatan atau kedokteran rohani, peran akhlaq sebagai pengobatan rohani sangat signifikan. Akhlaq mempunyai beberapa keistimewaan yang mampu melebihi keunggulan dari pada paham-paham moral non islam (politeistik, zuhud, moral sekuler), karena akhlaq bersumber dari Al Quran.[7]
Sedangkan Rasul sebagai teladan (uswatun hasanah). Kebenaran akhlaq islam bersifat mutlak, mempunyai wujud atau bentuk tertentu, tidak relatif atau nisbi seperti halnya moral sekuler. Karena mutlak, kebenaran akhlaq islam tidak dapat di tawar-tawar dan tidak berubah, dengan berubah atau bedanya ruang dan waktu. Yang di maksud universal bahwa kebenaan akhlaq islam di akui semua orang dan berlaku untuk semua orang, kapan pun dan dimana pun. [8]
Sebagai upaya untuk mewujudkan akhlak siswa yang mulia diperlukan penciptaan suasana keagamaan di madrasah, suasana kehidupan keagamaan di madrasah sebagai lingkungan yang kondusif dalam proses pendidikan yang dijalankan. Fungsi dari setiap satuan pendidikan sering dikatakan adalah sebagai tempat sosialisasi yaitu proses penyiapan peserta didik agar dapat menyesuaikan diri dan mampu melaksanakan berbagai peranannya. Proses sosialisasi biasanya dimulai dengan mengenalkan semua perangkat tata nilai, institusi yang ada dalam masyarakat serta peranannya. Setelah peserta didik mengenal semua perangkat nilai serta institusi serta peranan yang ada, maka mereka dianjurkan wajib membiasakan diri dengan tata nilai dalam lingkungan yang terbatas. Dengan demikian, setiap peserta didik telah dibekali pengetahuan, penghayatan, dan sekaligus pengalaman yang dapat membentuk dirinya sebagai sikap dan kepribadiannya yang menyatu.[9]
Setiap guru hendaknya merupakan pribadi-pribadi muslim yang memiliki kedalaman wawasan, ilmu, dihiasi dengan tingkah laku akhlaqul karimah yang patut menjadi panutan peserta didik. Kriteria tersebut tampaknya berlaku ideal, tapi bila setiap sekolah islam ingin berhasil mendidik manusia muslim yang menghayati dan mengamalkan ajaran agamanya, maka kriteria tersebut merupakan sesuatu yang di perlukan dan logis. Dengan menciptakan suasana keagamaan di madrasah proses sosialisasi yang dilakukan peserta didik disekolah akan dapat mewujudkan manusia yang menghayati dan mengamalkan agamanya, sehingga kelak apabila mereka terjun dalam masyarakat dapat mewujudkannya. Kita tentu menyadari sepenuhnya bahwa sekolah adalah batu loncatan untuk hidup di masyarakat.[10]
               Sikap dan perilaku agamis yang demikian di mulai dari kepala madrasah, para pendidik/guru, tata usaha, dan anggota masyarakat sekitar sekolah. Setelah itu peserta didik harus mengikuti dan membiasakan diri dengan sikap dan perilaku agamis (akhlaqul karimah). Pola pergaulan guru dan siswa tiap hari juga harus mencerminkan pergaulan yang agamis. Suasana keagamaan dapat juga diwujudkan dengan membiasakan diri setiap memulai pekerjaan didahului dengan membaca basmallah dan diakhiri dengan doa. Suasana keagamaan dapat pula diwujudkan dengan cara meletakkan gambar-gambar dan kaligrafi tulisan ayat-ayat Al Quran di semua ruangan kelas agar semua peserta didik mendapatkan suasana agamis. Selain itu juga dapat diadakan sholat berjamaah secara rutin.
Salah satu metode pendidikan akhlaq ialah mendorong siswa beramal dengan amal sholeh dan memuji mereka yang melakukannya. Cara ini lebih baik dibandingkan dengan cara menakut-nakuti, karena di sini mereka merasa dipaksa mengerjakan sesuatu, kecuali kita telah gagal dengan metode tadi. Untuk mendorong anak-anak beramal sholeh, tiap madrasah memiliki metode yang sesuai dengan keadaan madrasah masing-masing. Umpamanya anak yang baik dipuji di depan teman-temannya atau diberi hadiah. Metode lain yang bisa digunakan adalah dengan menceritakan sebuah kisah tentang akhlaq kepada para siswa agar siswa dapat mengambil pelajaran dari kisah tersebut. Selain itu dapat  menggunakan metode dengan mengaitkan dengan kehidupan sehari-hari.[11]

3.    Penyebab dan Solusi Akhlaq Siswa Madrasah yang Belum Sepenuhnya Sesuai dengan Pendidikan Agama Islam yang di Ajarkan
Jiwa yang kokoh tidak mungkin dicapai kecuali dengan takut kepada Allah SWT. Yaitu dengan menanam aqidah yang benar dan pendidikan akhlaq.[12] Manusia tidak dilihat dari harta, ilmu, atau kekuasaannya, tetapi ditentukan sepenuhnya oleh akhlaq yakni perbuatan yang baik atau taqwanya dan seberapa jauh nilai-nilai etika menjiwai dan mewarnai segala tindakannya. Agama adalah sumber akhlaq yang tidak pernah kering, karena agama memperhatikan dan mengatur setiap perbuatan manusia. Jadi akhlaq menjadi salah satu ajaran yang amat penting dalam agama.[13]
Madrasah telah menjadi salah satu wujud entitas budaya indonesia yang dengan sendirinya menjalani proses sosialisasi yang relatif intensif. Dari segi “fungsional pedagogis”, madrasah memiliki tugas utama yaitu mampu mempersiapkan siswa untuk mengembangkan dasar-dasar pengetahuan dan sikap keberagamaan yang kondusif, sehingga mampu melaksanakan perannya sebagai muslim yang baik dan berakhlaqul karimah.[14]
Secara umum penyebab akhlaq siswa madrasah belum sepenuhnya sesuai dengan pendidikan agama islam, diakibatkan karena modernisasi yang mengglobal. Globalisasi telah membawa mayarakat khususnya para siswa madrasah kepada krisis spiritual. Pendidikan islam memiliki peran yang cukup signifikan untuk mengantisipasi munculya krisis spiritual tersebut. Dalam konteks seperti ini, pendidikan islam laksana jembatan penyelamat bagi siswa madrasah dari krisis spiritual.[15]
Walaupun hubungan langsung antara agama dan madrasah memudar, namun image bahwa guru sebagai suatu model nilai perlu diakui, dan dimensi etik kegiatan sehari-hari dan hubungan kemanusiaan mewarnai suasana sekolah walaupun ada halangan kurikuler yang terkait dengan kontroversi akhlaq. Ada dua pendekatan dalam mengatasi kesulitan-kesulitan dewasa ini. pertama, pendekatan yang awalnya di kembangkan oleh Lawrence Kohlberg yang mengaitkan pertumbuhan etik dengan level kematangan kognitif. Kedua, dikembangkan oleh sydney simon klarifikasi nilai yaitu membantu pelajar mengerti sikap, preferensi, atau pilihan, dan nilai-nilai mereka sendiri dan nilai-nilai orang lain.[16]
Untuk mewujudkan  siswa madrasah yang bermoral baik, di sini guru cukup berperan penting. Guru tidak hanya berperan sebagai pengajar yang menularkan ilmu kepada siswanya, tetapi lain dari itu juga sebagai contoh dan panutan yang harus diikuti oleh siswanya. Jadi guru dituntut untuk mampu mengamalkan ajaran agama secara benar, untuk menjadi panutan para siswanya

D.    KESIMPULAN
Di era globalisasi dan modernisasi sekarang ini, akhlaq siswa madrasah belum mampu sepenuhnya sesuai dengan ajaran agama islam. Bahkan akhlaq mereka mulai terkikis dengan adanya globalisasi yang mulai masuk kedalam budaya kita saat ini.  Globalisasi telah membawa siswa madrasah mengalami krisis akhlaqul karimah, sehingga pendidikan agama islam di sini sangat dibutuhkan untuk membangun kembali akhlaqul karimah siswa madrasah. Dalam konteks seperti ini guru madrasah  berperan penting untuk membangun kembali akhlaqul karimah di madrasah. Karena guru merupakan panutan siswa di madrasah.


DAFTAR PUSTAKA

Abdullah dan Toto Suharto.  Revitalisasi Pendidikan Islam. yogyakarta: Tiara Wacana.  2006.
Ahmad, Muhammad Abdul Qadir. Metodologi Pengajaran Pendidikan Agama Islam (terj) oleh Ibrahim Husein dkk. dari Thuruqu Ta’lim Al-Tarbiyah Al-Islamiyah. Jakarta: IAIN. 1985.
Choiron, Ah. Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Psikologi Islam. Yogyakarta: Idea Press. 2010.
Fadjar, Malik.  Madrasah Dan Tantangan Modernitas.  Bandung: Mizan.  1998.
Lichun dkk. Pendidikan dan Etika Bangsa Ini Patut di Syukuri. Majalah Tahunan El Qudsy. Edisi 19 tahun 2011.
Mansur.  Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Islam. Yogyakarta:Pestaka Pelaajar. 2005.
Shaleh, Abdul Rahman.  Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2004.


[1] Ah. Choiron, Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Psikologi Islam, Yogyakarta: Idea Press, 2010, hal. 16
[2] Fhm, Pendidikan dan Etika Bangsa Ini Patut di Syukuri, Majalah Tahunan El Qudsy, Edisi 19 tahun 2011, hal.35-36
[3] Ibid,  Lichun dkk, Pendidikan Agama Dalam Membagun Moral, hal.25
[4]Abdul Rahman Shaleh, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004, hal. 215-218
[5] Ibid,hal. 258
[6] Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Islam, Yogyakarta:Pestaka Pelaajar, 2005, hal. 221-223
[7]Ibid, hal.226
[8]Ibid, hal. 250
[9] Op.Cit, Abdul Rahman Shaleh, hal.261
[10] Ibid, hal. 265
[11] Muhammad Abdul Qadir Ahmad, Metodologi Pengajaran Pendidikan Agama Islam (terj) oleh Ibrahim Husein dkk. dari Thuruqu Ta’lim Al-Tarbiyah Al-Islamiyah, Jakarta: IAIN, 1985,hal.197
[12]Ibid, hal. 196
[13]Op.Cit, Mansur, hal. 224
[14] Malik Fadjar, Madrasah Dan Tantangan Modernitas, Bandung: Mizan, 1998, hal.39
[15] Abdullah dan Toto Suharto, Revitalisasi Pendidikan Islam, yogyakarta: Tiara Wacana, 2006, hal.103
[16] Hendyat soetopo, Pendidikan Dan Pembelajaran, Malang: UMM Press, 2005, hal. 65-66

No comments:

Post a Comment