Thursday, 20 March 2014

SEJARAH PERKEMBANGAN FILSAFAT

Nama: Ulya Wiji Astutik
Nim: 111214 / F
Jurisan: Tarbiyah / PAI
SEJARAH PERKEMBANGAN FILSAFAT

Kata filsafat berasal dari bahasa yunani, philosophia. Philein artinya cinta, mencintai, philos artinya pecinta, dan sophia artinyakebijaksanaan atau hikmat. Cinta artinya hasrat yang besar atau berkobar-kobar atua sungguh-sungguh. Kebijaksanaan artinya kebenaran sejati. Menurut KBBI filsafat yaitu pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab asal dan hukumnya. Ada 3 karakteristik berfikir filsafat, yaitu:[1]
1.    Sifat menyeluruh, seornag ilmuan tidak akan pernah puas jika hanya mengenala ilmu dari segi pandang ilmu itu sendiri
2.    Sifat mendasar, yaitu sifat yang tidak saja begitu percaya bahwa ilmu itu benar
3.    Spekulatif, yaitu dalam menyusun sebuah lingkaran dan menentukan titik awal sebuah lingkaran yang sekaligus menjadi titik akhirnya dibutuhkan sifat spekulatif, baik sisi proses, analisis maupun pembuktiannya sehingga dapat di pisahkan man ayang logis atau tidak.
Filsafat pertama muncul di Yunani kira-kira abad ke-7 SM. Filsafat muncul ketika orang mulai berpikir-pikir dan berdiskusi tentang keadaan alam, dunia, dan lingkungan di sekitar mereka dna tidak menggantungkan diri pada agama lagi untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini. Banyak yang bertanya-tanya mengapa filsafat muncul di Yunani, bukannya di daerah yang beradab lain kala itu, seperti Babilonia, Yudea (Israel), atau Mesir? Jawabannya sederhana, yaitu di Yunani tidak seperti daerah lain-lainnya, tidak terdapat kasta pendeta sehingga secara intelektual, mereka lebih bebas. Orang Yunani pertama yang diberi gelar filsuf adalah Thales dari Mileta – sekarang pesisir barat Turki. Akan tetapi, filsuf-filsuf Yunani yang terbesar tentu saja Socrates, Plato, dan Aristoteles. Socrates adalah guru Plato, sedangkan Aristoteles adalah murid Plato. Bahkan, ada yang berpendapat bahwa sejarah filsafat tidak lain hanyalah “komentar-komentar karya Plato”. Hal ini menunjukkan pengaruh Plato yang sanagat besar pada sejarah filsafat.
Filsafat dibagi menjadi filsafat Barat, filsafat Timur dan filsafat Islam.
1.    Filsafat Barat
Filsafat berkembang dari tradisi falsafi orang Yunani Kuno. Dalam pemikiran Barat konvensional, pemikiran yang sistematis, radikal, dan kritis sering merujuk pada pengertian yang ketat dan harus mengandung kebenaran logis. Mislanya, aliran empirisme, positivisme, dan filsafat analitik memberikan kriteria bahwa pemikiran dianggap filosofis jika mengandung kebenaran korespondensi dan koherensi. Korespondensi adalah sebuah pengetahuan dinilai benar jika pernyataan itu sesuai dengan kenyataan empiris.
Di penghujung abad ke-5 S.M. penyelidikan semakin canggih namun masih berupa penjelasan spekulatif mengenai fenomena akal sehat ketimbang argumen yang benar-benar teknis tentang pengalaman-pengalaman buatan yang terkendali (controlled artificial experiences) yang baru muncul bersama Aristoteles. Selain itu, walaupun filsafat ini tumbuh subur di kalangan elit yang hidup di zaman yang di namai zaman emas ketika Perikles memerintah Athena, namun akal sehat (common sense) pada zaman itu  masih bersifat mistis dan magis, yang dapat dilihat dari daftar keahlian yang tertulis dalam Dunia Prometheus karya Aeschylus.  Di masa-masa sulit di penghujung abad ke-5 S.M., kecurigaan terhadap ketakberagamaan di kalangan para filsuf menguat da hal itu tersirat dalam penghukuman terhadap Anaxagoras dan dalam serangan kepada Sokrates dalam Awan-Awan karya Aristhophanes.[2]
Sejarah filsafat diawali dari filsafat Yunani yang merupakan periode sangat penting dalam sejarah peradaban manusia. Hal tersebut karena pada periode tersebut terjadi perubahan pola pikir masyarakat yang sangat mengandalkan mitos untuk menjelaskan fenomena alam, seperti gema bumi, pelangi, dan sebagainya. Gempa bumi tidak dianggap fenomena alam biasa, tetapi Dewa Bumi sedang menggoyangkan kepalanya. Akan tetapi, ketika filsafat diperkenalkan, fenomena alam tersebut tidak lagi dianggap sebagai aktivitas dewa, tetapi aktivitas alam yang terjadi secara kausalitas. Filsuf alam pertama yang mengkaji asal ususl alam adalah Thales (624-546 SM). Ia mengatakan asal alam adalah air karena air merupakan unsur penting bagi setiap makhluk hidup. Air daat berubah menjadi benda gas, seperti uap dan benda padat, seperti es, dan bumi ini juga berada diatas air. Heraklitos menytimpulkan bahwa yang mendasar dalam alam semesta ini adalah api, dengan alasan api dapat mengeraskan adonan roti dan pada sisi lain dapat melunakkan es. Artinya, api adalah aktor pengubah dalam alam ini sehingga api pantas dianggap sebagai simbol perubahan itu sendiri. Karena filsuf alam tidak dapat memberikan jawaban yang memuaskan sehingga muncul kaum sofis yang memulai kajian tentang manusia dan menyatakan bahwa manusia adalah ukuran kebenaran. Mereka memberi ruang untuk berspekulasi dan sekaligus merelatifkan teori ilmu, sehingga muncul sintesis baru.
Namun, Socrates,Plato, dan Aristoteles menolak relativisme kaum sofis.  Menurut mereka, ada kebenaran obyektif yang bergantung kepada manusia. Periode setelah socrates disebut dengan zaman ke emasan filsafat yunani karena pada zaman i ni kajian –kajian yang muncul adalah perpaduan antara filsafat alam dna filsafat tentang manusia. Tokoh yang sangat menonjol adalah plato, yang kemudian menjadi murid socrates. Menurutnya, kebenaran umu  itu benar-benar ada, tidka dibuat-buat, bahkan sudah ada dialam ide. Puncak kejayaan filsafat Yunani terjadi pada masa Aristoteles. Ia murid Plato, berhasil menemukan pemecahan persoalan-persoalan besar filsafat yang dipersatukannya dalam satu sistem, yaitulogika, matematika, fisika, dan metafisika, logika Aristoteles berdasarkan pada analisis bahasa yang disebut silogisme.
2.    Filsafat Timur
Tradisi filsafat timur berkembang di Cina dan India, hampir bersamaan dengan berkembangnya filsafat di Yunani Kuno. Tradisi fisafat utama yang berkembang memiliki ciri khas filsafat timur artinyabersifat spiritualistik. Meskipun hal tersebut bisa disebut atau dianggap sebagai filsafat barat pada abad pertengahan di dunia barat, namun di dunia barat masih menonjolkan ilmu filsafatnya di banding agamanya. Nama-nama tokoh filsafat timur diantaranya Lao Tse, Kong Hu Cu, Zhuang Zi. Pemikiran dari filsafat timur sering dianggap sebagai pemikiran yang tidak rasional, tidak sistematis, dan tidak kritis.[3] Hal tersebut disebabkan karena pemikiran filsafat timur lebih menonjolkan sisi agamanya dibandingkan sisi filsafat atau logikanya. Pemikiran filsafat timur tidak menggunakan sistematika yang ada dalam filsafat barat.  
3.    Filsafat Islam
Filsafat islam adalah perkembangan pemikiran umat islam dalam ketuhanan, kenabian, manusia, dan alam semesta yang disinari ajaran islam. Pada periode antara 750 M dan 1100 M merupakan abad keemasan masa dunia islam.[4]  Islam tidak hanya mendukung adanya kebebasan intelektual atau berfikir berdasarkan ilmu pengetahuan. Tetapi juga membuktikan kecintaan umat islam terhadap ilmu pengetahuan dan sikap mereka kepada para ilmuan, tanpa memandang agama mereka. Ilmuan non muslim yang di hormati oleh islam diantaranya adalah Plato dan Aristoteles yang telah memberikan pengaruh yang besar pada mazhab-mazhab islam.
Al farabi telah mengenalkan dan mengembangkan cara berfikir logis (menggunakan logika) pada dunia islam, sehingga al farabi di jadikan filsuf islam yang sangat berjasa. Al farabi telah menterjemahkan berbagai karangan dari Aristoteles yang diantaranya Categoris, Hermeneutics, First, dan Second Analysis ke dalam bahasa Arab. Al farabi juga telah membcarakan berbagai sistem logika dan cara berikir deduktif dan induktif. Sealin itu, Al Farabi dianggap sebagai peletak dasar pertama ilmu musik dan menyempurnakan ilmu musik yang telah  dikembangkan sebelumnya oleh phytagoras. Karena jasa beliau, Al Farabi di beri gelar Guru Kedua, yang sebelumnya Guru pertama adalah Aristoteles. Jasa al Farabi yang lain yang cukup memberi konstribusi yang sangat bernilai dunia islam adalah usahanya mengklasifikasika ilmu pengetahuan. Al farabi telah memberikan definisi dan batasan setiap ilmu pengetahuan yang berkembang pada zamannya. Al Farabi mengklasifikasikan  ilmu ke dalam tujuh cabang, yaitu logika, percakapan, matematika, fisika, metafisika, politik, dan ilmu fiqh (hukum). Tujuh cabang ilmu tersebut di klasifikasikan dan di bagi menjadi beberpa ilmu lagi.
Buku pembagian ilmu tersebut telah diterjemahkan ke dalam bahasa latin untuk konsumsi bangsa Eropa dengan judul De Divisione Philosophae. Karya lain yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa latin adalah  berjudul De Scientiis atau De Ortu Scientearum. Buku tersebut mengulas berbagai jenis ilmu seperti, ilmu kimia, optik, dan geologi. Al Farabi terkenal dengan doktrin wahda al-wujud membagi hierarki wujud yaitu:[5]
1.    Di puncak hierarki, wujud adalah Tuhan yang merupakan sebab bagi keberadaan yang lain.
2.    Para malaikat di bawahnya merupakan sebab keberadaan yang lain.
3.    Benda-benda langit (angkasa).
4.    Benda-benda Bumi.
Perkembangan filsafat di dunia Islam ini mendapat tempat yang sangat istimewa. Di sebabkan jika dilihat dari sejarah bahwa filsif dari tradisi Islam bisa dikatakan sebagai ahli waris tradisi filsafat Barat (Yunani). Ada dua pendapat mengenai konstribusi  peradaban islam terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan, yang erus berkembang hingga saat ini. Pendapat pertama mengatakan bawa, orang Eropa belajar filsafat dari filsuf Yunani, seperti Aristoteles melalui kita-kitab yang sudah disalin oleh St. Agustine, yang kemudian diteruska oleh Anicius Manlius Boethius dan John Scotus. Pendapat kedua menyatakan bahwa, orang Eropa belajar filsafat orang Yunani, yaitu buku-buku filsafat Yunani yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa arab oleh filsuf islam yaitu Al Kindi dan Al Farabi.


[1] Hamdani, Filsafat Sains, Bandung: CV Pustaka Setia, 2011, hal.63
[2] Jerome R. Ravertz, Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007. Terj. The Philosophy of Science, Oxford University Press, 1982. Hal. 7
[3] Op.Cit., Hamdani, Hal. 66
[4]  Sirajuddin Zar, Filsafat Islam” Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 20014. Hal. 8
[5] Op. Cit., Hamdani, Hal. 67

TUJUAN DAN FUNGSI BIMBINGAN DAN KONSELING DI SEKOLAH

TUJUAN DAN FUNGSI
BIMBINGAN DAN KONSELING DI SEKOLAH
Makalah
Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Bimbingan dan Konseling
Dosen : Nur Ahmad S.Sos.I., M.SI.

 











Disusun Oleh :

1.        Habib Luthfi                                (111 212)
2.        Nurul Hikmawati                         (111 213)
3.        Ulya Wiji Astutik                         (111 214)


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KUDUS
JURUSAN TARBIYAH / PAI
2014



Tujuan dan Fungsi Bimbingan dan Konseling di Sekolah
A.  Latar Belakang
Pendidikan dalam istilah singkat terkenal dengan proses memanusiakan manusia. Ini berarti bahwa pendidikan merupakan usaha yang kiat dan sadar  agar menjadikan manusia menjadi manusia seutuhnya dan berakhlakul karimah. Seperti yang di  kutip dalam UU SISDIKNAS pasal 3 yang intinya adalah pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, serta bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri, dan menjadi warga demokratis serta bertanggung jawab.[1]
Sejalan dengan fungsi dan tujuan tersebut, maka perlu adanya bimbingan dan konseling agar dapat lebih mudah dalam merealisasikannya. Ini dikarenakan bimbingan dan konseling mempunyai tujuan dan fungsi yang sealur dengan falsafah pendidikan yang intinya agar menjadikan manusia yang berakhlakul karimah. Maka pada kesempatan kali ini, pembahasan pemakalah adalah mengenai tujuan, fungsi bimbingan dan konseling di sekolah khususnya, dan upaya yang dapat ditempuh  agar tujuan dan fungsi tersebut dapat tercapai.

B.  Rumusan Masalah
Dari pamaparan latar belakang, dapat dihasilkan beberapa permasalahan, diantaranya :
1.    Apa tujuan bimbingan dan konseling di sekolah?
2.    Apa fungsi bimbingan dan konseling di sekolah?
3.    Bagaimana upaya agar tujuan dan fungsi bimbingan dan konseling dapat tercapai di sekolah?
C.  Pembahasan
1.    Tujuan Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa bimbingan dan konseling menempati bidang pelayanan pribadi dalam keseluruhan proses dan kegiatan pendidikan. Dalam hubungan ini pelayanan bimbingan dan konseling diberikan kepada siswa dalam bukunya prayitno menjelaskan bahwa “dalam rangka upaya agar siswa dapat menemukan pribadi, mengenal lingkungan dan merencanakan masa depan”.[2]
Secara umum, bimbingan dan konseling mempunyai tujuan untuk membantu konseli agar dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya yang meliputi aspek pribadi-sosial, belajar (akademik), dan karir.[3] Dimana   bimbingan dalam rangka menemukan pribadi, dimaksudkan agar peserta didik mengenal kekuatan dan kelemahan dirinya sendiri serta menerimanya secara positif dan dinamis sebagai modal pengembangan diri lebih lanjut. Sebagai manusia yang normal di dalam setiap diri individu selain memiliki hal-hal yang positif tentu ada yang negatif.
Pribadi yang sehat ialah apabila apabila ia mampu menerima dirinya sebagaimana adanya dan mampu mewujudkan hal-hal positif sehubungan dnegan penerimaan dirinya itu. Jika seorang peserta didik mengenal diri kurang berprestasi dibandingkan dengan kawan-kawannya, maka hendaknya dia tidak menjadi putus asa, rendah diri dan lain sebagainya, melainkan justru itu hendaknya ia harus lebih bersemangat lagi untuk mengejar ketertinggalannya dan meraih prestasi pada bidang yang diminatinya. Sebaliknya bagi mereka yang tahu dirinya dalam satu hal lebih baik dari kawan-kawannya, hendaklah ia tidak sombong atau berenti berusaha. Demikian juga bila menemukan keadaan jasmani dan rohani yang kurang menguntungkan hendaknya tidka menjadi alasan untuk bersedih hati, merasa rendah diri dan sebagainya karena Allah SWT. Menciptakan manusia dengan sebaik-baiknya dan adanya kelebihan seseorang dari yang lain mempunyai maksud-maksud tertentu.[4] Sebagaimana firman Allah SWT. Dalam Al Quran Surat At Tiin ayat 4 :
ôs)s9 $uZø)n=y{ z`»|¡SM}$# þÎû Ç`|¡ômr& 5OƒÈqø)s? ÇÍÈ
“Sesungguhnya Kami menciptakan manusia dengan sebaik-baik kejadian”. (Q.S. At Tiin : 4).
Bimbingan dalam rangka mengenal lingkungan dimaksudkan agar peserta mengenal lingkungannya secara obyektif, baik lingkungan sosial dan ekonomi, lingkungan budaya yang sangat sarat dengan nilai-nilai dna norma-norma, maupun lingkungan fisik dan menerima berbagai kondisi lingkungan itu secara positif dan dinamis pula. Pengenalan lingkungan yang meliputi keluarga, sekolah dan lingkungan alam dan masyarakat sekitar serta lingkungan yang lebih luas diharapkan dpat menunjang proses penyesuaian diri peserta didik dengan lingkungan dimana ia berada dan dapat memanfaatkan kondisi lingkungan itu secara optimal untuk mengembangkan diri secara mantap dan berkelanjutan. Sebagaimana halnya dengan pengenalan diri, individu juga harus mampu menerima lingkungan sebagaimana adanya. Hal ini tidak mengandung arti bahwa seseorang individu itu harus “nrimo” atau tunduk saja terhadap kondisi lingkungan, melainkan individu dituntut untuk mampu besikap positif terhadap lingkungannya itu. Lingkungan yang kurang menguntungkan misalnya, jangan sampai membuat individu itu berputus asa, melainkan menerimanya secara wajar dna berusaha untuk memeprbaikinya. Dengan kata lain, individu yang mempunyai pribadi yang sehat selalu berusaha bersikap positif terhadap dirinya sendiri dna terhadap lingkungannya. Perpaduan yang tepat dan serasi antar unsur-unsur lingkungan akan dapat membawa keuntungan pribadi dan unsur-unsur llingkungan akan dapat membawa keuntungan pribadi dan unsur-unsur lingkungan timbal balik antara individu dan lingkungannya.[5]
Sedangkan bimbingan dalam rangka merencanakan masa depan dimaksudkan agar peserta didik mampu mempertimbangkan  dan mengambil keputusan tentang masa depan dirinya, baik yang menyangkut bidang pendidikan, bidang karier maupun bidang budaya, keluarga dan masyarakat.[6] Melalui perencanaan masa depan inilah individu diharapkan mampu mewujudkan dirinya sendiri dengan bakat, minat, intelegensi dan kemungkinan-kemungkinan yang dimilikinya. Perwujudan diri ini diharapkan terlaksana tanpa paksaan dan tanpa ketergantungan pada orang lain. Dan perlu pula diingat bahwa perwujudan ini haruslah sejalan dengan norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Apabila kemampuan mewujudkan diri ini benar-benar telah ada pada diri seseorang, maka akan mampu berdiri sendiri sebagai pribadi yang mandiri, bebas dan mantap. Individu yang seperti itu akan terhindar dari keragu-raguan dan ketakutan serat penuh dengan hal-hal yang positif dalam dirinya seperti kreatifitas, sportifitas dan lain sebagainya, serta mampu mengatasi masalah-masalah sendiri.[7]
2.    Fungsi Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Dalam buku Penataan pendidikan Profesional Konselor dan Layanan bimbingan dan Konseling dalam jalur pendidikan formal yang dikutip oleh Sutirna, fungsi bimbingan dan konseling adalah sebagai berikut[8]:
1.        Fungsi Pemahaman
Membantu konseli agar memiliki pemahaman terhadap dirinya dan lingkungan, berdasarkan pemahaman ini, konseli diharapkan mampu mengembangkan potensi dirinya secara optimal dan menyesuaikan dirinya dengan ligkungan secara dinamis dan konstruktif.
2.        Fungsi Fasilitas
Memberikan kemudahan kepada konseli dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, serasi, selaras, dan seimbang seluruh aspek dalam diri konseli.
3.        Fungsi Penyesuaian
Membantu konseli agar dapat menyesuaikan diri dan lingkungannya secara dinamis dan konstruktif.
4.        Fungsi penyaluran
Membantu konseli memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan, atau program studi, dan memantapkan penguasaan karir atau jabatan yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian dan ciri-ciri kpribadian lainnya.
5.        Fungsi Adaptasi
Membantu para pelaksana pendidikan, kepala sekolah, staf, konselor dan tutor menyesuaikan program pendidikan terhadap latar belakang pendidikan, minat, kemampuan, dan keburuhan konseli.
6.        Fungsi Pencegahan (Preventif)
Upaya konselor untuk senantiasa untuk mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh konseli. Melalui upaya ini konselor memberikan bimbingan kepada konseli tentanh cara menghindarkan diri dari perbuatab atau kegiatan yang membahayakan dirinya.
7.        Fungsi Perbaikan
Membantu konseli sehingga dapat memperbaiki kekeliruan dalam berfikir, berperasaan, dan bertindak. Konselor melakukan intervensi (memberikan perlakuan) terhadap konseli supaya memiliki pola berfikir yang sehat, rasional, dan memiliki perasaan yang tepat sehingga dapat mengantarkan mereka kepada tindakan atau kehendak yang produktif dan normative.

8.        Fungsi Penyembuhan
Memberikan bantuan kepada konseli yang telah mengalami masalah, baik menyangkut aspek social-pribadi, belajar, dan karir.
9.        Fungsi pemeliharaan
Membantu konseli supaya dapat menjaga diri dan mempertahankan situasi kondusif yang telah tercapai dalam dirinya. Fungsi ini memfasilitasi konseli agar terhindar dari kondisi-kondisi yang akan menyebabkan penurunan produktivitas diri. Pelaksanaan fungsi ini diwujudkan melalui program – program yang menarik, rekreatif dan fakultatif (pilihan) sesuai dengan minat konseli.
10.    Fungsi Pengembangan
Fungsi bimbingan dan konseling yang sifatnya lebih proaktif dari fungsi – fungsi lainnya. Konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan konseling.

3.    Upaya agar Tujuan dan Fungsi Bimbingan dan Konseling dapat Tercapai di Sekolah
Dalam mencapai  tujuan dan fungsi yang telah disebutkan pemakalah, terdapat beberapa cara atau kesempatan alternatif yang dapat dijadikan acuan dasar, diantaranya :
a.    Mengenal dan memahami potensi, kekuatan, dan tugas-tugas perkembangan.
b.    Mengenal dan memahami potensi atau peluang yang ada di lingkungannya.
c.    Mengenal dan menentukan tujuan serta rencana hidupnya serta rencana pencapaian tujuan tersebut.
d.   Memahami dan mengatasi kesulitan-kesulitan sendiri.
e.    Menggunakan kemampuannya untuk kepentingan dirinya, kepentingan lembaga tempat bekerja, dan masyarakat.
f.     Mengembangkan segala potensi dan kekuatan yang dimilikinya secara optimal.[9]




























D.  Kesimpulan
Tujuan bimbingan secara umum adalah membantu konseli agar dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya yang meliputi aspek pribadi-sosial, belajar (akademik), dan karir.  Dalam bidang pribadi dan sosialnya, diharapkan konseli dapat mengenal potensi  dalam dirinya dan kehipan lingkungan masyarakatnya. Dalam bidang akademik, diharapkan konseli dapat mencapai pembelajaran yang ingin ditempuh, sukses dalam belajar , dan lain-lain.  Sedangkan dalam hal karir atau lebih dikenal dengan dunia pekerjaan, diharapkan konseli  dapat memahami kemampuannya dalam memahami pekerjaan, dan bersikap positif dalam pekerjaannya, dan lain – lain.
Fungsi bimbingan dan konseling di sekolah meliputi banyak hal, diantaranya  : fungsi pemahaman, fungsi fasilitasi, fungsi penyesuaian, fungsi penyaluran,  fungsi adaptasi, fungsi preventif (pencegahan), fungsi perbaikan, fungsi penyembuhan, fungsi pemeliharaan, fungsi pengembangan, dan lain-lain.
Banyak  hal yang dapat dilakukan agar tujuan dan fungsi bimbingan dan konseling dapat tercapai, diantaranya : mengenal dan memehami potensi dalam diri dan lingkungannya, mengatasi kesulitan dalam pencapaian tujuannya, dan lain-lain.

E.  Daftar Pustaka
UU SISDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasional) No. 20 tahun 2003, Jakarta : Sinar Grafika, 2008
Hallen A., Bimbingan dan Konseling, Ciputat: PT. Ciputat Press, 2005
Sutirna, Bimbingan Dan Konseling; Pendidikan Formal, Nonformal, Dan Informal, Yokyakarta : Andi Offset,  2013
Muhammad Surya, Dasar-Dasar Penyuluhan, Jakarta: Depdikbud, Dirjen Pendidikan Tinggi, 1988
Prayitno, Konseling Pancawaskita Kerangka Konseling Eklektik, Padang: Progam Studi Bimbingan dan Konseling FIP IKIP, 1998



[1] UU SISDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasional) No. 20 tahun 2003, Jakarta : Sinar Grafika, 2008, hlm. 7
[2] Hallen A., Bimbingan dan Konseling, Ciputat: PT. Ciputat Press, 2005, hlm. 53
[3] Sutirna, Bimbingan Dan Konseling; Pendidikan Formal, Nonformal, Dan Informal, Yokyakarta : Andi Offset,  2013, hlm. 18
[4] Ibid., hlm. 54
[5] Muhammad Surya, Dasar-Dasar Penyuluhan, Jakarta: Depdikbud, Dirjen Pendidikan Tinggi, 1988, hlm. 44
[6] Prayitno, Konseling Pancawaskita Kerangka Konseling Eklektik, Padang: Progam Studi Bimbingan dan Konseling FIP IKIP, 1998, hlm. 24
[7] Op.Cit, Hallen, hlm. 55
[8] Opcit, Sutirna , hlm. 21-24
[9] Opcit, Sutirna, hlm. 18