Friday, 26 December 2014

Tulisan di Ujung Desember

Tulisan di Ujung Desember
10406579_988988084457507_431743029943676601_n.jpg
Aku bukanlah seorang penyair yang pandai merangkai bait-bait  mutiara. Aku bukahlah seorang sastrawan yang mengarang sebuah cerita cinta. Aku pun bukan seorang seniman yang membuat orang tertarik bahkan terhibur dengan karyaku. Aku tak pernah menginginkan menjadi seorang jurnalis yang selalu menulis. Aku pun tak pernah menginginkan menjadi seorang pengarang yang selalu mengarang. Aku pun tak pernah menginginkan menjadi seorang team kreatif dalam suatu instansi atau dalam pekerjaanku yang selalu memberikan ide-ide yang membuat orang suka atas pemikiranku.
Lewat tulisan aku bercerita tentang kisahku, lewat tulisan aku mengungkapkan semua rasaku, lewat tulisan pula aku menuangkan segala keluh ataupun kesahku. Lewat tulisan aku berkata, lewat tulisan aku berekspresi, dan lewat tulisan pula akau mencurahkan inspirasi yang aku punya. Meski tak seromantis tulisan penyair, pun meski tak seindah tulisan sastrawan. Dengan tulisan aku merasa percaya diri, dengan tulisan aku merasa mampu melepas ikatan di hati maupun pikiranku. Aku menulis tidak untuk di puji, aku menulis tidak untuk dikagumi, aku menulis tidak untuk di kasihi, aku menulis tidak untuk disayangi, aku menulis tidak untuk dicintai, aku pun menulis tidak untuk dihormati.. Lewat tulisan aku hanya ingin dihargai. Dihargai kisahku, dihargai rasaku, dihargai rangkaian ekspresiku.
Tulisanku adalah dairyku, tempat ku mencurahkan segala rasaku dan segala ceritaku. Mungkin ada satu tokoh yang akan menjadi pemeran dalam tulisanku. Kau, kaulah yang menjadi tokoh utama dalam tulisanku. Kau yang memberi banyak rasa buatku, kau pula yang mengisi banyak cerita di bulanku ini. Tulisan-tulisan ini ku persembahkan untukmu tuk kau hargai, hanya tuk kau hargai tak lebih. Hargai isi tulisan ku, hargai segala bentuk ekspresiku. Jika tak selaras dengan hatimu, aku hanya minta tetaplah hargai karyaku.
Mungkin tulisan ku terlalu lebay, terlalu berlebih, terlalu udik. Tapi perlu kau tahu wahai tokoh utama, tulisanku hanya sebuah replika kecil dari ekspresi semua rasaku. Tuk kau tokoh utama, aku tak menginginkan kau melakukan hal yang sama sepertiku. Aku tak akan memintamu tuk membuat tulisan sama sepertiku. Satu pinta ku tuk kau wahai pemeran utama, tetap hargai tulisanku meski kau mungkin saja tak menghendaki itu.
Terimakasih ucapku tuk kau wahai tokoh utama, kau yang telah membangunkan kembali jari-jari ini tuk menulis. Meski kau tak pernah menyadari akan semua itu. Aku tau, kau mungkin tak menyukai hal-hal yang seperti ini. Aku tau, kau mungkin bukan pria yang melankolis yang akan turut tenggelam dalam tulisanku. Tapi cukup dengan senyuman, aku mengerti kau tak keberatan dengan tulisan-tulisan ku. Cukup dengan menghargai karyaku, aku mengerti kau menyimpan sebuah kepuasan dalam tulisanku.
Di pengujung bulan ini, di pengujung tahun ini. Ku tuliskan cerita, ku siratkan rasa, dan ku padukan bahasa tuk melukiskan isnpirasi yang aku dapat denganmu wahai tokoh utama yang telah mewarnai sebagian kecil perjalanan hidupku di bulan desember ini.
Ulfan

27-12-14 

Wednesday, 24 December 2014

Bisikan dalam Diam mu....



Wahai engkau sang penakluk hati, tiada rayuan yang kau beri, tiada janji yang kau imingi, tiada ucap yang kau sesali. Diam.... hanya diam yang kau berikan, hanya diam yang kau lakukan. Mungkin hal biasa yang kau perbuat, meskipun bukan hal biasa yang aku dapatkan. Kau bukan pria cerewet, kau bukan pria yang over, kau juga bukan pria yang romantis. Kau bukan seorang raja yang datang dari istana, kau bukan pangeran berkuda putih, kau bukan malaikat cinta yang datang dengan sayap putihnya. Kau bukan super hero yang mampu mneyelamatkan di tengah kekacauan, kau pun bukan seorang yang mampu mengajak terbang tinggi melihat indahnya dunia.
Kau hanyalah seorang insan Tuhan yang mampu memberikan kenyamanan pada seorang insan yang terpuruk dalam kesepian. Kau hanyalah seorang insan Tuhan yang memberikan penerangan dan menunjukkan arah pada seorang insan yang berada dalam kesunyian bagai gelapnya malam tanpa bulan dan bintang.  Kau hanyalah seorang insan Tuhan yang menyirami dan menyejukkan relung insan yang dahaga di tengah terik siang yang mengguncang. Dan kau hanyalah seorang insan Tuhan yang mampu menemani dalam perjalanan hidup yang penuh aral dan rintangan.
Ketika aku keliru kau hanya diam dan tersenyum padaku, seolah kau ucapkan kata “ tak apa, jangan di ulang kembali”. Ketika aku bercerita tentang masa laluku tentang mereka yang pernah ada di hati ku, tak pernah kau bilang cemburu, hanya satu kata yang terucap saat itu dari lisanmu, “semua itu masa lalu dan biarlah berlalu”. Kau tak pernah melarangku ini itu, kau tak pernah menyuruh aku untuk ini dan itu pula. Kau bebaskan aku tuk melakukan semua yang aku mau, kau bebaskan aku tuk berkarya sebebasku. “kepercayaan” itulah yang selalu kau bilang padaku, kunci kebahagiaan adalah kepercayaan pernah sempat kau ucapkan. Aku pun tak mau merusak kepercayaan yang kau berikan padaku. Tanpa kau selalu mengingatkan ku, aku mampu menjaga hati dan diriku, aku mampu membatasi hak-hak ku. Tak perlu kau meminta ku tuk selalu setia padamu, tak perlu kau meminta ku tuk selalu mengingatmu, tak perlu kau meminta ku tuk selalu memikirkanmu. Pun tak perlu kau khawatir jika aku tiba-tiba pergi jauh darimu.
“kepercayaan” satu kata yang selalu kau ucapkan tanpa keraguan. Diam mu,,, buat aku berfikir lebih dewasa, karena aku diperlakukan layaknya seorang yang benar-benar sudah dewasa. Tak di omel-omel, tak dilarang-larang dan tak disuruh-suruh. Diam mu.... yang telah menjaga aku di setiap langkahku. Diam mu.... yang memberi nasihat buat aku dalam setiap proses perjalanan ku. Diam mu pula..... yang menemaniku dan setia mendengarkan curahan hati di setiap hariku.
Aku tau,,, dalam diam kau berkata, meski tak terucap oleh lisan.
Aku tau,,, dalam diam kau berfikir, meski tak tertulis dalam lembaran.
Aku tau,,, dalam diam kau mendengar dan memperhatikan, meski tak nampak dalam pandangan.
Aku tau,,, dalam sujud kau bisikan sebait doa tuk ku, meski ku tak mendengar dalam nyataku.
Meski kau diam tapi aku mendengar bisikan ucapan dari suara hatimu yang berbicara.
Ulfan

24-12-14

Friday, 19 December 2014

SEJARAH PERKEMBANGAN FILSAFAT

Nama: Ulya Wiji Astutik
Nim: 111214 / F
Jurisan: Tarbiyah / PAI
SEJARAH PERKEMBANGAN FILSAFAT

Kata filsafat berasal dari bahasa yunani, philosophia. Philein artinya cinta, mencintai, philos artinya pecinta, dan sophia artinyakebijaksanaan atau hikmat. Cinta artinya hasrat yang besar atau berkobar-kobar atua sungguh-sungguh. Kebijaksanaan artinya kebenaran sejati. Menurut KBBI filsafat yaitu pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab asal dan hukumnya. Ada 3 karakteristik berfikir filsafat, yaitu:[1]
1.    Sifat menyeluruh, seornag ilmuan tidak akan pernah puas jika hanya mengenala ilmu dari segi pandang ilmu itu sendiri
2.    Sifat mendasar, yaitu sifat yang tidak saja begitu percaya bahwa ilmu itu benar
3.    Spekulatif, yaitu dalam menyusun sebuah lingkaran dan menentukan titik awal sebuah lingkaran yang sekaligus menjadi titik akhirnya dibutuhkan sifat spekulatif, baik sisi proses, analisis maupun pembuktiannya sehingga dapat di pisahkan man ayang logis atau tidak.
Filsafat pertama muncul di Yunani kira-kira abad ke-7 SM. Filsafat muncul ketika orang mulai berpikir-pikir dan berdiskusi tentang keadaan alam, dunia, dan lingkungan di sekitar mereka dna tidak menggantungkan diri pada agama lagi untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini. Banyak yang bertanya-tanya mengapa filsafat muncul di Yunani, bukannya di daerah yang beradab lain kala itu, seperti Babilonia, Yudea (Israel), atau Mesir? Jawabannya sederhana, yaitu di Yunani tidak seperti daerah lain-lainnya, tidak terdapat kasta pendeta sehingga secara intelektual, mereka lebih bebas. Orang Yunani pertama yang diberi gelar filsuf adalah Thales dari Mileta – sekarang pesisir barat Turki. Akan tetapi, filsuf-filsuf Yunani yang terbesar tentu saja Socrates, Plato, dan Aristoteles. Socrates adalah guru Plato, sedangkan Aristoteles adalah murid Plato. Bahkan, ada yang berpendapat bahwa sejarah filsafat tidak lain hanyalah “komentar-komentar karya Plato”. Hal ini menunjukkan pengaruh Plato yang sanagat besar pada sejarah filsafat.
Filsafat dibagi menjadi filsafat Barat, filsafat Timur dan filsafat Islam.
1.    Filsafat Barat
Filsafat berkembang dari tradisi falsafi orang Yunani Kuno. Dalam pemikiran Barat konvensional, pemikiran yang sistematis, radikal, dan kritis sering merujuk pada pengertian yang ketat dan harus mengandung kebenaran logis. Mislanya, aliran empirisme, positivisme, dan filsafat analitik memberikan kriteria bahwa pemikiran dianggap filosofis jika mengandung kebenaran korespondensi dan koherensi. Korespondensi adalah sebuah pengetahuan dinilai benar jika pernyataan itu sesuai dengan kenyataan empiris.
Di penghujung abad ke-5 S.M. penyelidikan semakin canggih namun masih berupa penjelasan spekulatif mengenai fenomena akal sehat ketimbang argumen yang benar-benar teknis tentang pengalaman-pengalaman buatan yang terkendali (controlled artificial experiences) yang baru muncul bersama Aristoteles. Selain itu, walaupun filsafat ini tumbuh subur di kalangan elit yang hidup di zaman yang di namai zaman emas ketika Perikles memerintah Athena, namun akal sehat (common sense) pada zaman itu  masih bersifat mistis dan magis, yang dapat dilihat dari daftar keahlian yang tertulis dalam Dunia Prometheus karya Aeschylus.  Di masa-masa sulit di penghujung abad ke-5 S.M., kecurigaan terhadap ketakberagamaan di kalangan para filsuf menguat da hal itu tersirat dalam penghukuman terhadap Anaxagoras dan dalam serangan kepada Sokrates dalam Awan-Awan karya Aristhophanes.[2]
Sejarah filsafat diawali dari filsafat Yunani yang merupakan periode sangat penting dalam sejarah peradaban manusia. Hal tersebut karena pada periode tersebut terjadi perubahan pola pikir masyarakat yang sangat mengandalkan mitos untuk menjelaskan fenomena alam, seperti gema bumi, pelangi, dan sebagainya. Gempa bumi tidak dianggap fenomena alam biasa, tetapi Dewa Bumi sedang menggoyangkan kepalanya. Akan tetapi, ketika filsafat diperkenalkan, fenomena alam tersebut tidak lagi dianggap sebagai aktivitas dewa, tetapi aktivitas alam yang terjadi secara kausalitas. Filsuf alam pertama yang mengkaji asal ususl alam adalah Thales (624-546 SM). Ia mengatakan asal alam adalah air karena air merupakan unsur penting bagi setiap makhluk hidup. Air daat berubah menjadi benda gas, seperti uap dan benda padat, seperti es, dan bumi ini juga berada diatas air. Heraklitos menytimpulkan bahwa yang mendasar dalam alam semesta ini adalah api, dengan alasan api dapat mengeraskan adonan roti dan pada sisi lain dapat melunakkan es. Artinya, api adalah aktor pengubah dalam alam ini sehingga api pantas dianggap sebagai simbol perubahan itu sendiri. Karena filsuf alam tidak dapat memberikan jawaban yang memuaskan sehingga muncul kaum sofis yang memulai kajian tentang manusia dan menyatakan bahwa manusia adalah ukuran kebenaran. Mereka memberi ruang untuk berspekulasi dan sekaligus merelatifkan teori ilmu, sehingga muncul sintesis baru.
Namun, Socrates,Plato, dan Aristoteles menolak relativisme kaum sofis.  Menurut mereka, ada kebenaran obyektif yang bergantung kepada manusia. Periode setelah socrates disebut dengan zaman ke emasan filsafat yunani karena pada zaman i ni kajian –kajian yang muncul adalah perpaduan antara filsafat alam dna filsafat tentang manusia. Tokoh yang sangat menonjol adalah plato, yang kemudian menjadi murid socrates. Menurutnya, kebenaran umu  itu benar-benar ada, tidka dibuat-buat, bahkan sudah ada dialam ide. Puncak kejayaan filsafat Yunani terjadi pada masa Aristoteles. Ia murid Plato, berhasil menemukan pemecahan persoalan-persoalan besar filsafat yang dipersatukannya dalam satu sistem, yaitulogika, matematika, fisika, dan metafisika, logika Aristoteles berdasarkan pada analisis bahasa yang disebut silogisme.
2.    Filsafat Timur
Tradisi filsafat timur berkembang di Cina dan India, hampir bersamaan dengan berkembangnya filsafat di Yunani Kuno. Tradisi fisafat utama yang berkembang memiliki ciri khas filsafat timur artinyabersifat spiritualistik. Meskipun hal tersebut bisa disebut atau dianggap sebagai filsafat barat pada abad pertengahan di dunia barat, namun di dunia barat masih menonjolkan ilmu filsafatnya di banding agamanya. Nama-nama tokoh filsafat timur diantaranya Lao Tse, Kong Hu Cu, Zhuang Zi. Pemikiran dari filsafat timur sering dianggap sebagai pemikiran yang tidak rasional, tidak sistematis, dan tidak kritis.[3] Hal tersebut disebabkan karena pemikiran filsafat timur lebih menonjolkan sisi agamanya dibandingkan sisi filsafat atau logikanya. Pemikiran filsafat timur tidak menggunakan sistematika yang ada dalam filsafat barat.  
3.    Filsafat Islam
Filsafat islam adalah perkembangan pemikiran umat islam dalam ketuhanan, kenabian, manusia, dan alam semesta yang disinari ajaran islam. Pada periode antara 750 M dan 1100 M merupakan abad keemasan masa dunia islam.[4]  Islam tidak hanya mendukung adanya kebebasan intelektual atau berfikir berdasarkan ilmu pengetahuan. Tetapi juga membuktikan kecintaan umat islam terhadap ilmu pengetahuan dan sikap mereka kepada para ilmuan, tanpa memandang agama mereka. Ilmuan non muslim yang di hormati oleh islam diantaranya adalah Plato dan Aristoteles yang telah memberikan pengaruh yang besar pada mazhab-mazhab islam.
Al farabi telah mengenalkan dan mengembangkan cara berfikir logis (menggunakan logika) pada dunia islam, sehingga al farabi di jadikan filsuf islam yang sangat berjasa. Al farabi telah menterjemahkan berbagai karangan dari Aristoteles yang diantaranya Categoris, Hermeneutics, First, dan Second Analysis ke dalam bahasa Arab. Al farabi juga telah membcarakan berbagai sistem logika dan cara berikir deduktif dan induktif. Sealin itu, Al Farabi dianggap sebagai peletak dasar pertama ilmu musik dan menyempurnakan ilmu musik yang telah  dikembangkan sebelumnya oleh phytagoras. Karena jasa beliau, Al Farabi di beri gelar Guru Kedua, yang sebelumnya Guru pertama adalah Aristoteles. Jasa al Farabi yang lain yang cukup memberi konstribusi yang sangat bernilai dunia islam adalah usahanya mengklasifikasika ilmu pengetahuan. Al farabi telah memberikan definisi dan batasan setiap ilmu pengetahuan yang berkembang pada zamannya. Al Farabi mengklasifikasikan  ilmu ke dalam tujuh cabang, yaitu logika, percakapan, matematika, fisika, metafisika, politik, dan ilmu fiqh (hukum). Tujuh cabang ilmu tersebut di klasifikasikan dan di bagi menjadi beberpa ilmu lagi.
Buku pembagian ilmu tersebut telah diterjemahkan ke dalam bahasa latin untuk konsumsi bangsa Eropa dengan judul De Divisione Philosophae. Karya lain yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa latin adalah  berjudul De Scientiis atau De Ortu Scientearum. Buku tersebut mengulas berbagai jenis ilmu seperti, ilmu kimia, optik, dan geologi. Al Farabi terkenal dengan doktrin wahda al-wujud membagi hierarki wujud yaitu:[5]
1.    Di puncak hierarki, wujud adalah Tuhan yang merupakan sebab bagi keberadaan yang lain.
2.    Para malaikat di bawahnya merupakan sebab keberadaan yang lain.
3.    Benda-benda langit (angkasa).
4.    Benda-benda Bumi.
Perkembangan filsafat di dunia Islam ini mendapat tempat yang sangat istimewa. Di sebabkan jika dilihat dari sejarah bahwa filsif dari tradisi Islam bisa dikatakan sebagai ahli waris tradisi filsafat Barat (Yunani). Ada dua pendapat mengenai konstribusi  peradaban islam terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan, yang erus berkembang hingga saat ini. Pendapat pertama mengatakan bawa, orang Eropa belajar filsafat dari filsuf Yunani, seperti Aristoteles melalui kita-kitab yang sudah disalin oleh St. Agustine, yang kemudian diteruska oleh Anicius Manlius Boethius dan John Scotus. Pendapat kedua menyatakan bahwa, orang Eropa belajar filsafat orang Yunani, yaitu buku-buku filsafat Yunani yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa arab oleh filsuf islam yaitu Al Kindi dan Al Farabi. 



[1] Hamdani, Filsafat Sains, Bandung: CV Pustaka Setia, 2011, hal.63
[2] Jerome R. Ravertz, Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007. Terj. The Philosophy of Science, Oxford University Press, 1982. Hal. 7
[3] Op.Cit., Hamdani, Hal. 66
[4]  Sirajuddin Zar, Filsafat Islam” Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 20014. Hal. 8
[5] Op. Cit., Hamdani, Hal. 67

PENGEMBANGAN PAI DI SEKOLAH DASAR (Melalui Pendekatan Tematik)

PENGEMBANGAN PAI DI SEKOLAH DASAR
(Melalui Pendekatan Tematik)
Makalah

Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Isu Kontemporer Pendidikan Islam
Dosen : Muhammad Shobirin, M.Pd.

 











Disusun Oleh :

Ulya Wiji Astutik
(111214)



SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KUDUS
JURUSAN TARBIYAH / PAI
2014




PENGEMBANGAN PAI DI SEKOLAH DASAR

A.  Latar Belakang Masalah
Menurut Zakiyah Derajat pendidikan agama Islam adalah suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh, menghayati tujuan, dan akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan hidup.[1]Oleh karena itu, ketika kita menyebut pendidikan Islam, maka akan mencakup dua hal, yaitu: pertama mendidik siswa agar untuk berperilaku sesuai dengan nilai-nilai atau akhlak yang Islami. kedua, mendidik siswa-siswi untuk mempelajari materi ajaran Islam (subjek pelajaran berupa pengetahuan tentang ajaran Islam).
Pada umumnya agama seseorang ditentukan oleh pendidikan, pengalaman, dan latihan-latihan yang dilaluinya pada masa kecilnya. Seseorang yang pada waktu kecilnya tidak mendapatkan pendidikan agama, maka pada masa dewasanya nanti ia akan merasakan bahwa pentingnya agama dalam hidupnya. Lain halnya dengan orang yang pada masa kecilnya mempunyai pengalaman-pengalaman agama, misalnya ibu dan bapaknya orang yang beragama, lingkungan sosial dan kawan-kawannya juga hidup menjalankan agama, ditambah pula dengan pendidikan agama di rumah, masyarakat, dan sekolah secara sistematis. Maka, dengan sendirinya orang tersebut akan mempunyai kecenderungan kepada hidup dalam aturan beragama, terbiasa menjalankan ibadah, takut melangkahi larangan-larangan agama, dan dapat merasakan betapa nikmatnya hidup beragama. Dari sebab-sebab itulah diketahui bahwa pentinnya pendidikan agama di sekolah, terutama pada sekolah dasar (SD).
Mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di Sekolah Dasar (SD) secara keseluruhan berada pada lingkup al-Qur’an dan al-Hadits, keimanan, akhlaq, fiqih, dan sejarah. Ruang lingkup pendidikan agama Islam mencakup pewujudan keserasian, keselarasan dan keseimbangan hubungan manusia dengan Allah SWT, diri sendiri, sesama manusia, mahluk lainnya maupun lingkungannya (Hablun minallah wa hablun minannas). Jadi pendidikan agama Islam merupakan usaha sadar yang dilakukan pendidik dalam rangka mempersiapkan peserta didik untuk meyakini, memahami, dan mengamalkan ajaran Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau pelatihan yang telah ditentukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
B.  Rumusan Masalah
Berdasarkan atar belakang tersebut dapat diambil rumusan masalah sebagaiberikut:
1.    Bagaimana dasar pelaksanaan PAI di sekolah dasar?
2.    Bagaimana pengembangan PAI di sekolah dasar melalui pendekatan tematik?
C.  Pembahasan
1.    Dasar pelaksanaan PAI di sekolah dasar
Pendidikan agama Islam merupakan bagian dari pendidikan Islam. Pendidikan Islam merupakan subsistem pendidikan nasional dan ini sesuai dengan UU No. 2, tahun 1989, tentang pendidikan nasional.[2]Pelaksanaan pendidikan agama Islam di pendidikan formal atau sekolah mempunyai dasar-dasar yang sangat kuat, dan ini dapat ditinjau dari beberapa segi, yaitu:[3]
a)    Dasar yuridis. Yaitu dasar pelaksanaan pendidikan agama yang berasal dari peraturan perundang-undangan, yang secara langsung maupun tidak langsung dapat dijadikan pegangan dalam melaksanakan pendidikan agama, disekolah-sekolah ataupun dilembaga-lembaga pendidikan formal di Indonesia.
1)        Dasar Ideal. Adalah dasar dari Falsafah Negara, dimana sila pertama dari Pancasila adalah ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’.
2)        Dasar Operasional. Yakni dasar dari UUD 1945.
3)        Dasar Struktural / Konstitusional. Adalah dasar yang secara langsung mengatur pelaksanaan pendidikan agama di sekolah-sekolah yang ada di Indonesia, seperti disebutkan dalam Tap MPR No. IV/ MPR/ 1973 yang kemudian dikokohkan lagi pada Tap MPR No.IV/ MPR/ 1978 Jo Ketetapan MPR No. II/ MPR/ 1983, Ketetapan MPR No.II/MPR/ 1988, Ketetapan MPR No. II/ MPR/ 1993 tentang GBHN yang pada pokoknya dinyatakan bahwa pelaksanaan pendidikan agama secara langsung dimasukkan kedalam kurikulum di sekolah-sekolah, mulai dari Sekolah Dasar sampai dengan Universitas-Universitas Negeri.
b)   Dasar religius. Yang dimaksud dengan dasar religius adalah dasar yang bersumber dari ajaran Islam. Menurut ajaran Islam pendidikan agama adalah perintah Tuhan dan merupakan perwujudan ibadah kepada-Nya. Dalam Al-Qur’an banyak ayat yang menunjukkan perintah tersebut, antara lain, Qur’an, Q.S. An-Nahl: 125. “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S. An-Nahl: 125)
c)    Dasar psikologis. Dasar psikologis adalah dasar yang ber-hubungan dengan aspek kejiwaan kehidupan individu ataupun masyarakat.
Pengajaran agama dan bimbingan Islam di seluruh tingkatan pengajaran didalam sekolah maupun di luar sekolah, sebelum kelulusan dan setelahnya. Karena, agama meliputi seluruh segi kehidupan dan menunjukkan ke jalan yang paling lurus. Jika pengajarannya dilakukan dengan cara-cara yang mudah, sistematis dan aktual. Sehingga beragama menjadi menyenangkan.[4]
Pendidikan agama Islam di SD/MI bertujuan:[5]
·         Menumbuh-kembangkan aqidah melalui pemberian, pemupukan, pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia Muslim yang terus berkembang keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT.
·         Mewujudkan manusia Indonesia yang taat beragama dan berakhlaq mulia yaitu manusia yang berpengetahuan, rajin beribadah, cerdas, produktif, jujur, adil, berdisiplin, bertoleransi, serta menjaga keharmonisan secara personal dan sosial serta mengembangkan budaya agama dalam komunitas sekolah.
Pendidikan Agama Islam diberikan dengan mengikuti tuntunan bahwa agama diajarkan kepada manusia dengan visi untuk mewujudkan manusia yang bertakwa kepada Allah SWT dan berakhlak mulia, serta bertujuan untuk menghasilkan manusia yang jujur, adil, berbudi pekerti, etis, saling menghargai, disiplin, harmonis dan produktif, baik personal maupun sosial. Tuntunan visi ini mendorong dikembangkannya standar kompetensi sesuai dengan jenjang persekolahan yang secara nasional ditandai dengan ciri-ciri:
ü Lebih menitik-beratkan pencapaian kompetensi secara utuh selain penguasaan materi.
ü Mengakomodasikan keragaman kebutuhan dan sumber daya pendidikan yang tersedia.
ü  Memberikan kebebasan yang lebih luas kepada pendidik untuk mengembangkan strategi dan program pembelajaran sesuai dengan kebutuhan dan ketersediaan sumber daya pendidikan.
Melalui pendidikan agama Islam diharapkan menghasilkan manusia yang selalu berupaya menyempurnakan iman, takwa, dan akhlak, serta aktif membangun peradaban dan keharmonisan kehidupan, khususnya dalam memajukan peradaban bangsa yang bermartabat. Manusia seperti itu diharapkan tangguh dalam menghadapi tantangan, hambatan, dan perubahan yang muncul dalam pergaulan masyarakat baik dalam lingkup lokal, nasional, regional maupun global. Pendidik diharapkan dapat mengembangkan metode pembelajaran sesuai dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang telah ditetapkan. Pencapaian seluruh Kompetensi Dasar perilaku terpuji dapat dilakukan secara tidak formal. Peran semua unsur sekolah, orang tua siswa, dan masyarakat sangat penting dalam mendukung keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan agama Islam.
2.    Pengembangan PAI di sekolah dasar melalui pendekatan tematik
Pembelajaran PAI di SD dengan pendekatan tematik. Mengajar adalah membantu peserta didik memperoleh informasi, ide, ketrampilan, nilai, cara berfikir, sarana untuk mengekspresikan dirinya, dan cara-cara bagaimana belajar. Sedangkan pembelajaran adalah adalah upaya untuk membelajarka peserta didik.[6] Dalam pembelajaran terdapat kegiatan memilih menetapkan, dan mengembangkan metode untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan.
Model pembelajaran tematik adalah model pendekatan pembelajaran yang dilaksanakan dengan mengintegrasikan berbagai materi ajar dengan karakteristik dan aspek materi yang saling berkaitan di dalam satu kegiatan pembelajaran yang tersusun secara terencana dan sistematis.[7]11Pembelajaran PAI dengan pendekatan tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa aspek/topik sehingga dapat mem-berikan pengalaman bermakna kepada peserta didik. Tema diambil dari pokok pikiran atau gagasan yang sama dari aspek-aspek tersebut. Pendekatan tematik ini menjadi urgenkarena pemikiran anak pada usia ini belum mampu memilah-milah keilmuan seperti pada pendekatan mata pelajaran. Namun permasalahannya adalah, di SD guru PAI bukan guru kelas. Jika materi PAI disampaikan oleh guru kelas, hal ini akan menimbulkan masalah jika ada perbedaan agama antara peserta didik dengan guru kelas. Karena itulah, pola yang dapat diakomodir adalah menetapkan tema-tema dalam lingkup PAI, yang meliputi: Al Qur’an, Aqidah, Fikih, Akhlak, dan SKI.
Tujuan pembelajaran PAI secara tematik adalah:
Ø Agar peserta didik mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu karena materi disajikan dalam konteks tema yang jelas.
Ø Agar peserta didik mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai Kompetensi Dasar antara aspek dalam satu tema.
Ø Agar pemahaman peserta didik terhadap aspek PAI lebih mendalam dan berkesan.
Ø Agar Kompetensi Dasar dapat dikembangkan lebih baik karena mengaitkan aspek/topik dengan pengalaman pribadi dalam situasi nyata yang diikat dalam tema tertentu.
Ø Untuk menghemat waktu, karena tidak terjadi pengulangan dan tumpang tindih materi.
Ø Dengan adanya pemaduan antara aspek/pokok bahasan, maka penguasaan konsep akan semakin baik dan meningkat.
Manfaat pembelajaran PAI secara tematik adalah:[8]
§  Terjadi peng-hematan waktu karena tumpang tindih materi dapat dikurangi bahkan dihindari.
§  Peserta didik akan mampu melihat hubungan yang ber-makna antar aspek/pokok bahasan.
§  Pembelajaran menjadi utuh dan tidak terpecah-pecah.
§  Penguasaan konsep semakin baik dan matang. Implikasi dari model pembelajaran PAI secara tematik, guru PAI harus kreatif dalam menyiapkan kegiatan/pengalaman belajar bagi peserta didik, memilih kompetensi dari berbagai aspek/pokok bahasan, dan mengaturnya agar pembelajaran menjadi lebih bermakna, menarik, menyenangkan dan utuh.
Beberapa prinsip pelaksanaan pembelajaran PAI secara tematik adalah:
1)   Memadukan antar aspek dalam mata pelajaran PAI, bukan PAI dengan pelajaran lain.
2)   Tidak semua aspek dapat dipadukan, Kompetensi Dasar yang tidak bisa dipadukan diajarkan tersendiri.
3)   Dimungkinkan terjadi penggabungan kompetensi lintas semester.
4)   Kegiatan pembelajaran ditekankan pada kemampuan membaca, menulis, dan mempraktekkan, serta penanaman nilai-nilai akhlak mulia.
5)   Tema-tema yang dipilih disesuaikan dengan karakteristik siswa, minat, lingkungan, dan keadaan daerah setempat.
6)   Pengembangan materi dilakukan secara kontekstual, disesuaikan dengan kondisi kekinian. Pengembangan materi PAI bisa juga diintegrasikan dengan materi/pengetahuan lain yang relevan. Misalnya hubungan antara bersuci dengan menjaga kebersihan. Untuk menyesuaikan dengan karakteristik anak usia SD, dalam pembelajaran PAI guru dapat menggunakan berbagai metode yang menyenangkan, misalnya: bernyanyi, bermain, cerita, bermain peran, dll.
D.  Kesimpulan
Dasar pelaksanaan PAI di sekolah dasar meliputi dasar yuridis, dasar religisu dan dasar psikologis. Peran semua unsur sekolah, orang tua siswa, dan masyarakat sangat penting dalam mendukung keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan agama Islam. Guru dapat melakukan pembelajaran secara tematik, dan mengembangkan materi pembelajaran yang disesuaikan dengan kondisi siswa,sekolah, dan lingkungan. Dalam merancang pembelajaran PAI secaratematik, guru dapat melakukan organisasi materi tidak berdasarkan urutan dalam SK/KD. Hal ini menuntut guru PAI untuk mengembangkan kreativitasnya



DAFTAR PUSTAKA
Departeman Agama RI. Pedoman Penyusunan Pembelajaran Tematik PAI SD. Jakarta:  Departeman Agama RI. 2009.
Majid, Abdul. Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004. Bandung: Remaja RosdaKarya. 2004.
Maksudin. Pengembangan Metodologi Pendidikan Agama Islam Di SMU. Yogyakarta: LESFI. 2004.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan
Uno, Hamzah B. & Masri Kuadrat. Mengelola Kecerdasan dalam Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. 2009.
Zuhaili, Muhammad. Pentingnya Pendidikan Islam Sejak Dini. Jakarta: A.H Ba’adillah Press. 2002.




[1] Abdul Majid, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi: Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004, Bandung: Remaja RosdaKarya, 2004, hlm. 130.
[2] Maksudin, Pengembangan Metodologi Pendidikan Agama Islam Di SMU, Yogyakarta: LESFI , 2004, hlm. 1.
[3] Op.Cit., Abdul Majid, hlm. 132.
[4] Muhammad Zuhaili, Pentingnya Pendidikan Islam Sejak Dini, Jakarta: A.H Ba’adillah Press, 2002, hlm. 189
[5] Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan
[6] Hamzah B. Uno & Masri Kuadrat, Mengelola Kecerdasan dalam Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara, 2009, hlm. 4.
[7] Departeman Agama RI, Pedoman Penyusunan Pembelajaran Tematik PAI SD, Jakarta:  Departeman Agama RI, 2009, hlm. 1.
[8] Op.Cit., Departeman Agama RI, hlm 3-4.