ENAM BATU UJiAN CINTA
Bagaimana
kami tahu bahwa cinta kami cukup dalam untuk menghantarkan kami kearah
berdampingan seumur hidup, menuju kepada kesetiaan yang sempurna???
Bagaimana
kami dapat yakin bahwa cinta kami ini cukup matang untuk diikat sumpah nikah
serta janji untuk berdampingan seumur hidup sampai maut memisahkan???
Pertama, ujian untuk merasakan sesuatu bersama.
Cinta
sejati ingin merasakan bersama, memberi, mengulurkan tangan. Cinta sejati
memikirkan pihak yang lainnya, bukan memikirkan diri sendiri. Jika kalian membaca
sesuatu, pernahkah kalian berfikir, aku ingin membagi ini bersama sahabatku???
Jika kalian merencanakan sesuatu, adakah kalian hanya berfikir tentang apa yang
ingin kalian lakukan, ataukah apa yang akan menyenangkan pihak lain?
Sebagaimana Herman Oeser, seorang penulis jerman pernah mengatakan, “Mereka
yang ingin bahagia sendiri, janganlah kawin. Karena yang penting dalam
perkawinan ialah membuat pihak yang lain bahagia. Mereka yang ingin dimengerti
pihak lain, janganlah kawin. Karena yang penting disini ialah mengerti
pasangannya.” Maka batu ujian yang pertama ialah: “apakah kita bisa sama-sama
meraskan sesuatu? Apakah kau ingin menjadi bahagia atau membuat pihak yang lain
bahagia?”
Kedua, ujian kekuatan.
Saya
penah menerima surat dari seorang yang jatuh cinta, tapi sedang risau hatinya.
Dia pernah membaca entah diman, bahwa berat badan seseorang akan berkurang kalau
orang itu betul-betul jatuh cinta. Meskipun dia sendiri mencurahkan segala
perasaan cintanya, dia tidak kehilangan berat badannya dan inilah yang
merisaukan hatinya. Memang benar, bahwa pengalaman cintaitu juga bisa
mempengaruhi keadaan jasmani. Tapi dalam jangka panjang cinta sejati tidak akan
menghilangkan kekuatan kalian, bahkan sebaliknya akan memberikan kekuatan dan
tenaga baru pada kalian. Cinta akan memenuhi kalian dengan kegembiraan serta
membuat kalian kreatif, dan ingin menghasilkan lebih banyak lagi. Batu ujian
kedua: “apakah cinta kita memberi kekuatan baru dan memenuhi kita dengan tenaga
kreatif, ataukah cinta kita justru menghilangkan kekuatan dan tenaga kita?”
Ketiga, ujian penghargaan.
Munkin
mengagumi seorang jejaka, ketika ia melihatnya bermain boladan mencetak banyak
gol. Tapi jika ia bertanya pada diri sendiri, “apakah aku mengingini dia
sebagai ayah dari anak-anakku???”, jawabnya sering sekali menjadi negatif.
Seorang pemuda mungkin mengagumi seorang gadis, yang dilihatnya sedang
berdansa. Tapi sewaktu ia bertanya pada diri sendiri, “apakah aku mengingini
dia sebagai ibu dari anak-anakku???”, gadis tadi mungkin akan berubah dalam
pandangannya. Pertanyannya ialah: “apakah kita benar-benar sudah punya
penghargaan yang tinggi satu kepada yang lainnya? Apa aku bangga atas
pasanganku???”
Keempat, ujian kebiasaan.
Pada
suatu hari seorang gadis eropa yang sudah bertunangan datang pada saya. Dia
sangat risau, “aku sangat mencintai tunanganku.” Katanya, “tapi aku tak tahan
caranya dia makan apel”. Gelak tawa penuh pengertian memenuhi ruangan. “cinta
meneriama orang lain bersama dengan kebiasaannya. Jangan kawin berdasarkan
paham cicilan, lalu mengira bahwa kebiasaan-kebiasaan itu akan berubah
dikemudian hari. Kemungkinan besar itu takkan terjadi. Kalian harus menerima
pasanganmu sebagaimana adanya beserta segala kebiasaan dan kekurangannya. Pertanyaannya:”apakah
kita hanya bisa saling mencintai atau juga saling menyukai???”
Kelima, ujian pertengkaran.
Bialamana
sepasang muda mudi datang mengatakan ingin kawin, saya selalu menanyakan
mereka, apakah mereka pernah sesekali benar-benar bertengkar tidak hanya berupa
perbedaan pendapat yang kecil, tetapi benar-benar bagaikan berperang.
Seringkali mereka menjawab, “ah, belum pernah, pak, kami saling mencintai”.
Saya katakan kepada mereka, “bertengkarlah dahulu, barulah akan ku kawinkan
kalian.” Persoalannya tentulah, bukan pertengkarannya, tapi kesanggupan untuk
berdamai lagi. Kemampuan ini mesti dilatih dan diuji sebelum kawin. Bukan seks,
tapi batu ujian pertengkaranlah yang merupakan pengalaman yang “dibutuhkan”
sebelum kawin.
Pertanyaannya:
“bisakah kita saling memaafkan dan saling mengalah???”
Keenam, ujian waktu.
Sepasang
muda mudi datang kepada saya untuk
dikawinkan. “sudah berapa lama kalian saling mencintai???” tanya saya. “sudah
tiga, hampir empat minggu,” jawab mereka. Ini terlalu singkat. Menurut saya
minimum satu tahun bolehlah. Dua tahun lebuh baik lagi. Ada baiknya untuk
saling bertemu, bukan saja pada hari-hari libur atau hari minggu dengan
berpakaian rapih, tapi juga pada saat bekerja di dalam hidup sehari-hari, waktu
belum rapi atau cukur, masih mengenakan kaos oblong, belum cuci muka, rambut
masih awut-awutan, dalam suasana yang tegang atau berbahaya. Ada suatu
peribahasa kuno “janagan kawin sebelum mengalami musim panas dan musim dingin
bersama dengan pasanganmu”. Sekiranya kalian ragu-ragu tentang perasaan
cintamu, sang waktu akan memberi kepastian. Tanyakan: “apakah cinta kita telah
melewatimusim panas dan musim dingin, sudah cukup lamakah kita saling
mengenal???”
Dan
izinkan saya memberikan suatu kesimpulan yang gamblang. Seks bukan batu ujian
bagi cinta. “jika seepasang muda mudi ingin punya hubungan seksual untuk
mengetahui apakah mereka saling mencintai, perlu ditanyakan pada mereka.
“demikian kecilnya cinta kalian???” jika kedua-duanya berfikir. “nanti malam
kita mesti melakukan seks, kalau tidak pasanganku akan mengira bahwa akutidak
mencintai dia atau bahwa dia tidak mencintai aku.” Maka rasa takut akan
kemungkinan gagal sudah cukup menghalau keberhasilan percobaan itu. Seks bukan
suatu batu ujian bagi cinta, sebab seks akan musnah saat di uji.
Cobalah
adakan observasi atas diri saudara sendiri pada waktu saudara pergi tidur.
Saudara mengobservasi diri sendiri, kemudian tidak bisa tidur. Atau saudara
tidur, kemudian tidak lagi bisa mengobservasi diri sendiri. Sama benar halnya
dengan seks sebagai suatu batu ujian untuk cinta. Saudara menguji, sesudah itu
tidak lagi mau mencintai. Atau saudara mencintai, kemudian tidak menguji untuk
kepentingan cinta itu sendiri, cinta perlu mengekang menyatakan dirinya secara
jasmaniah sampai bisa dimasukkan kedalam dinamika segitigaperkawinan.
SUMBER: “JODOHKU”, oleh Walter Trobisch
Beberapa dari batu ujian ini dikutip trobisch dari buku “LOVE AND THE FACTS OF
LIFE” Oleh Evelyn Duvall.
No comments:
Post a Comment