MUNASABATUL AYAT
A.
PENDAHULUAN
Al qur’an sebagai
kitab suci terakhir yang diwahyukan pada nabi terakhir diturunkan dalam tempo
20 tahun lebih. Ayat dan surat-suratnya tertata secara rapi dan rajin
berdasarkan petunjuk Allah, hingga demikian sepotong ayat belum atau tidak
dapat dipahami maknanya secara umum dengan tepat kecuali dengan menghubungkan
dengan ayat-ayat sebelumnya atau sesudahnya. Sebagaimana telah diketahui bahwa
masing-masing ayat memiliki tanasub antara satu ayat dengan ayat lainnya,atau
antara surat dengan surat lainnya. Hubungan tersebut boleh jadi berupa
kesesuaian,kemiripan,ataupun keberlawanan, baik yang terjadi antar ayat maupun
antar surat-surat. Itulah yang disebut oleh para ulama’ sebagai tanasub al ayat
wa as suwar.[1]
Ilmu tanasub termasuk hasil pemikiran ulama tafsir dalam
rangka memahami dan menafsirkan firman Allah yang mutlak benar, sedikitpun tak
ada yang keliru dan senantiasa berlaku sepanjang masa secara universal dan
abadi. Mengingat kalam Allah itu sangat ijaz (singkat, padat, tepat dan
akurat), maka untuk menafsirkannya diperlukan berbagai ilmu, salah satunya
adalah ilmu tanasub. berdasarkan kenyataan itu maka jelas bagi kita bahwa ilmu
ini merupakan produk ijtihadi. Dengan demikian, kita memperoleh keyakinan bahwa
dalam al qur’an memang ada tanasub. Oleh karnanya untuk membantu seseorang
dalam proses pemahaman dan penafsiran, maka ilmu tanasub amat besar perannya.[2]
Ilmu munasabah termasuk kajian yang penting dalam ulumul
qur’an. Dengan demikian, tidak mengherankan jika banyak pakar tafsir di masa
lampau yang mencurahkan perhatian terhadap kajian ini. Sebenarnya tidak
diketahui secara pasti tanggal mulai lahirnya ilmu tanasub ini, namun dari
literatur yang ditemukan, para ahli cenderung berpendapat bahwa kajian ini
pertama kali dimunculkan oleh al Imam Abu Bakr ‘abd Allah BIN Muhammad al Naysaburi
(w.324 H) di kota baghdad sebagaimana
diakui oleh syeh Abu al Hasan al Syahrobani seperti dikutip alma’i. Al suyuthi juga berpendapat serupa itu, dan ditambahkannya
bahwa al naysaburi ini ialah seorang pakar yang menonjol dalam ilmu syariat dan
sastra. Jika pendapat ini diterima, itu berarti pembahasan terhadap permasalahan
tanasub ayat-ayat dan surat-surat dalam al Quran telah mulai menjadi obyek
studi dikalangan ulama tafsir sejak abad ke-4 H.[3]
B.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar
belakang tersebut dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana definisi tentang Munasabah?
2.
Apa saja macam-macam munasabah?
3.
Apa urgensi dari munasabah?
C.
PEMBAHASAN
1.
Definisi Munasabah
Munasabah berasal dari kata نَاسَبَ - يُنَاسِبُ – مُنَاسَبَةً yang berarti dekat, serupa, mirip,
dan rapat اَلْمُنَاسَبَة sama artinya dengan اَلْمُقَارَبَة yakni mendekatkannya dan
menyesuaikannya: اَلنَّسِبُ artinya اَلْقَرِبُ الْمُتَّصِلُ (dekat dan berkaitan). Misalnya,
dua orang bersaudara dan anak paman. Ini terwujud bila kedua-duanya saling
berdekatan dalam artian adda ikatan atau hubungan antara kedua-duanya. An-nasib
juga berati ar-rabith, yakni ikatan, pertalian, hubungan.[4]
Munasabah secara bahasa berarti kedekatan atau kesesuaian.
Secara
terminologis, munasabah adalah kemiripan-kemiripan yang terdapat pada hal-hal
tertentu dalam Al Quran baik surat maupun ayat-ayatnya yang menghubungkan
uraian satu dengan yang lainnya. Dalam hal ini, munasabah bisa berarti suatu
pengetahuan yang diperoleh secara ‘aqli dan bukan diperoleh melaui tauqifi.
Dengan demikian, akallah yang berusaha mencari dan menemukan hubungan-hubungan,
pertalian, atau keserupaan antara sesuatu itu. Demikianlah Az-Zarkasyi
mengemukakan pendapatnya tentang persoalan munasabah.[5]
Yang dimaksud
dengan munasabah di sini ialah sisi-sisi korelasi antara satu kalimat dengan
kalimat lain dalam satu ayat, antara
satu ayat dengan ayat-ayat lain, atau antara satu surat dengan surat yang lain.
Menurut al-Qadhi Abu Bakar Ibnul Arabi, mengetahui sejauh mana hubungan antara
ayat-ayat tertentu dengan ayat-ayat lain hingga semuanya menjadi seperti satu
kata, yang maknanya serasi dan susunannya teratur merupakan suatu ilmu yang
besar.[6]
Dalam kaitan ini
sebagian ulama, antara lain Hasbi Al Shiddiqiy misalnya, memandang bahwa,
pengertian munasabah hanya terbatas pada ayat-ayat atau antar ayat. Al Baghawi
menyamakan munasabah dengan ta’wil. Sedangkan Badrudddin al Zarkasyi dan al
Suyuthiy mengemukakan bahwa, munasabah mencakup hubungan antar ayat ataupun
antar surat. Selanjutnya Manna’
al-Qaththan mengatakan bahwa, munasabah adalah mencakup segi-segi hubungan
antara satu kata dengan kata yang lain dalam satu ayat, antar satu ayat dengan
ayat lain, atau antar satu surat dengan surat yang lain.[7]
Dengan demikian,
pengertian munasabah itu tidak hanya terbatas dalam arti yang sejajar dan
paralel saja, tapi juga kontrakdisipun termasuk didalam ruang lingkup
munasabah. Misalnya, ketika Al Quran menerangkan hal ikhwal orang-orang mukmin
kemudian diiringi dengan penjelasan mengenai orang-orang kafir dan yang
semacamnya. Sebab sebagian dari ayat-ayat dan atau surat-surat dalam al-Quran
itu kadang-kadang merupakan tahsis terhadap ayat-ayat lain yang bersifat umum.[8]
2.
Macam-macam Munasabah
Pada garis besarnya munasabah menyangkut dua hal, yaitu
hubungan antara ayat dengan ayat dan hubungan surat dengan surat.[9]
Dua pokok hubungan itu diperinci seebagai berikut:
a)
Hubungan kalimat dengan kalimat dalam ayat.
Hubungan antara ayat dengan ayat Al-Quran terbagi dalam
dua macam . pertama, hubungan yang sudah jelas antara kalimat terdahulu dengan
kalimat kemudian, atau akhir kalimat dengan awal kalimat berikutnya, atau
masalah yang terdahulu dengan masalah yang dibahas kemudian. Kedua, hubungan
yang belum jelas antara ayat dengan ayat atau kalimat ddengan kalimat. Hubungan
ini terdiri dari 2 macam yaitu:
1)
Ma’thufah
Secara umum dapat dikatakan bahwa adanya huruf a’thaf ini
mengisyaratkan adanya hubungan pembicaraan. Ini dapat dilihat misalnya dalam
surat al- Baqarah (2):245: وَاللَّهُ يَقْبِضُ
وَيَبْسُطُ namun demikian,
ayat-ayat yang ma’thuf itu dapat diteliti melalui bentuk susunan berikut:
Ø اَلمَضَادَة (perlawanan/bertolak belakang
antara suatu kata dengan kata lain).
Misalnya kata اَلرَّحْمَة disebut setelah اَلْعَذَابَ; kata اَلرَّغْبَة sesudah اَلرَّهْبَة; menyebut janji dan ancaman sesudah menyebut hukum-hukum.
Ø اَلاْءِسْتِطْرَادَ (pindah ke kata lain yang ada
hubungannya atau penjelasan lebih lanjut).
Misalnya, kaitan antara اَلأهِلَّة dengan memasuki
rumah dari belakang dalam ayat 189 surat al- Baqarah. Pada musim haji kaum
anshar mempunyai kebiaasaan tidak memasuki pintu rumah dari depan. Sebelum itu
mereka menanyakan اَلأهِلَّة . lalu ayat ini menjelaskan bahwa yang
dimaksud اَلْبِرُّitu adalah taqwa kepada Allah
dengan menjalan apa yang Allah tentukan dalam berhaji. Mereka telah melupakan
masalah اَلأهِلَّة tadi karena beralih kesoal
memasuki rumah dari belakang dalam kaiannya dengan ibadah haji. Masalah ini
berkaitan pula dengan pertanyaan mereka tentang berwudhu dengan air laut.
Ø اَلتَّخَلُّص (melepaskan kata satu ke kata lain,
tetapi masih berkaitan)
Misalnya, ayat 35 surat an-nur:رْضِ.... اَللَّهُ
نُوْرُالسّضمَوَتِ وَالاْ
Dalam
surat Al-Ghasyiyah (88): 17:
اَفَلَايَنْظُرُوْنَ اِلَى الْاءِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ lalu di takhalluskan ke ayat 18 وَاِلَى السَّمَاءِكَيْفَرُفِعَتْ
Orang
arab mempunyai kebiasaan menggantungkan penghidupan mereka pada unta( اَلْاءِبِلِ ). Al-Ibil tidak bermanfaat apa-apa kecuali
menggantungkan hidup dari air, dan air itu dari hujan sedangkan hujan itu turun
dari langit.
Ø Tamtsil dari keadaan
Misalnya, tamtsil yang disodorkan dalam surat Al-Isra’
(17) ayat 1 dengan 2 dan 3. Peristiwa Isra Nabi Muhammad SAW. Dari makkah ke
palestina sebanding juga dengan Isra Nabi Musa as. Dari mesir ke palestina.ayat
itu dihubungkan dengan ayat 3 yang berisi kisah Nuh as. Sebagai hamba yang
bersyukur. Ayat tersebut dihubungkan lagi dengan ayat 8-9 yang menyebutkan
barang siapa berbuat baik atau jahat akan mendapat balasan sesuai janji Allah.
2)
Tidak ada ma’thuah
Dalam hal tidak ada ma’thufah dapat dicari hubungan
ma’nawiyah-nya, seperti hubungan sebab akibat. Ada 3 bentuk hubungan yang
menandai adanya hubungan ayat dengan ayat atau hubungan kalimat dengan kalimat.
·
اَلتَّنْظِيْر (berhampiran/berserupaan)
Misalnya,
ayat 4 dan 5 surat Al- Anfal (8):
أُولَئِكَ
هُمْ الْمُؤْمِنُوْنَ حَقًّالَهُمْ دَرَجَاتٌ عِنْدَرَبِّهِمْ...
كَمَاأَخْرَجَكَ رَبُّكَ مِنْ بَيْتِكَ بِالْحَقِّ....
Huruf
al-Kaf ( ك ) pada ayat 5 berfungsi sebagai pengingat
dan sifat bagi fi’il yang bersembunyi ( فِعْلٌ مُضْمَرٌ ). Hubungan itu tampak dari jiwa kalimat itu. Maksud ayat itu,
Allah menyuruh untuk mengerjakan urusan harta rampasan, seperti yang telah
kalian lakukan ketika perang badar meskipun kaummu membenci cara demikian
itu.
·
اَلْاءِسْتِطْرَاد (pindah ke perkataan lain yang erat
kaitannya)
Misalnya
surat al-a’raf (7): 26 tentang pakaian takwa lebih baik. Allah
menyebutkanpakaian itu untuk mengingatkan manusia bahwa pakaian penutup aurat
itu lebih baik. Pakaian berfungsi sebagai alat untukmemperbagus apa yang Allah
ciptakan. Pakaian merupakan penutup aurat dan kebejatan karena membuka aurat
adalah hal yang jelek dan bejat. Sedangkan penutup aurat adalah pintu takwa.
·
اَلْمُضَادَة (perlawanan)
Misalnya,
surat al-Baqarah (2): 6
اَنَّ الأَّذِيْنَ كَفَرُوْاسَوَآءٌعَلَيْهِمْ
ءَأَنْذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنْذَرْهُمْ لاَيُؤْمِنُوْنَ
Allah
tidak akan memberi petunjuk kepada mereka yang kafir itu. Ayat ini berlawanan
dengan ayat-ayat sebelumnya yang menyebutkan tentang kitab, orang mukmin, dan
petunjuk. Hal ini berkaitan dengan ayat 23 surat al-Baqarah.
وَاِنْ كُنْتُمْ فِى رَيْبٍ مِمَّانَزَّلنَاعَلَى
عَبْدِنَا....
Adapun
hikmahnya adalah agar mukmin merindukan dan memantapkan imann berdasarkan
petunjuk Allah SWT
b)
Hubungan ayat dengan ayat dalam satu surat.
Hubungan ayat dengan ayat dalam satu surat sangat erat
kaitannya sehingga tidak dapat menjadi kalimat yang sempurna jika dipisahkan
dengan kalimat yang lain. Kemungkinan jelasnya munasabah antar ayat cukup
besar, hal ini disebabkan karena pembicaraan mengenai satu topik jarang dapat
selesai dalam satu ayat saja. Ayat berikutnya terhadap ayat sesudahnya biasanya
berfungsi untuk menguatkan, menerangkan, memberi penjelasan, mengecualikan,
mengkhususkan, menengahi, dan mengakhiri pembicaraan. Namun tidak semua ayat
mempunyai munasabah yang jelas dengan aytat lain.[10]
Contohnya dalam surat Alfatihah
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ menunjukkan tentang
ketuhanan, Allah penguasa seluruh
jagat raya ini. Jagat raya ini akan bersimpuh kepada Allah dihari kiamat (مَالِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ). Ayat in menunjukkan kesitulah manusia akan kembali, kepada
tuhan pencipta.
c)
Hubungan penutup ayat dengan kandungan ayatnya.
Ada
4 macam yaitu:
·
Tamkin
Memperkokoh atau mempertegas pertanyaan. Contohnya dalam
surat al Hajj ayat 3-5, ayat 3 diakhiri dengan لَطِيْفٌ
خَبِيْرٌ menunjukkan bahwa
Allah terlebih dulu mengetahui manfaat hujan yang diturunkan dari langit
sebagai sumber penghidupan mereka. Ayat kedua berakhir dengan اَلْغَنِيُّ الْحَمِيْدُ . Sifat Allah yang maha kaya dan maha
terpuji ini menegaskan pernyataan sebelumnya bahwa Allah lah pemilik segala apa
yang ada dilangit dan dibumi, dan allah tidak membutuhkan. Ayat ketiga berakhir
denganرَءُوْفٌ رَحِيْمٌ sifat Allah yang maha
santun dan penyayang menunjukkan kepada manusia bahwa Allah telah memberikan
nikmat kehidupan di dunia ini berupa tempat berusaha baik di darat maupn di
laut dengan bentangan langit yang memayunginya.
·
Tashdir
Kalimat akan menjadi fashilah ayat sudah dimuat
dipermulaan, atau pertengahan, atau akhir kalimat/ayat. Misalnya:
Q.S
Al-Maidah ayat 39
فَمَنْ تَابَ مِنْ بَعْضِ ظُلْمِهِ فَاءِنَّ اللَّهَ
يَتُوْبُ عَلَيْهِ
·
Tausikh
Kandungan fashilah ayat-ayat sudah tersirat dalam
rangkaian kalimat sebelumnya dalam suatu ayat. Misalnya surat al-Baqarah (2):20
وَلَوْشَاءَاللَّهُ لَذَهَبَ بِسَمْعِهِمْ وَأَبْصَارِهِمْ
اِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍقَدِيْرٌ
Kataقَدِيْرٌ (mahakuasa) menegaskan bahwa Allah bisa dan
berkuasa untuk melakukan sesuatu bila ia kehendaki, apalagi hanya untuk
menghilangkan pendengaran atau penglihatan manusia.
·
Al-Ighal
Adalah tambahan keterangan terhadap kandungan ayat yang
sudah ada sebelum fashilah. Misalnya dalam surat An-Naml (27):80
وَلاَتُسْمِعُ الصُّمَّ الدّثعَاءَإَذَاوَلَوْمُدْبِرِيْنَ
Makna
kalimat ini telah lengkap sampai keالدُّعَاءَ ,
lalu ditambahkanإِذَاوَلَوْامُدْبِرِيْنَ untuk menyempurnakan hubungan dengan fashilah
kalimat sebelumnya.
Hubungan
surat dengan surat meliputi:
a)
Hubungan awal uraian surat dengan akhir uraian surat.
Contohnya dalam surat Shad (38). Surat ini dimulai dengan
ayat .وَالْقُرْانِ ذِى الذِّكْرِص . ayat ini
mengingatkan manusia bahwa Al-Quran itu merupakan kemuliaan. Al-Quran juga
bernama adz-dzikr, yaitu peringatan Allah kepada manusia. Surat ini berakhir
dengan peringatan juga, yaitu
إِنْ هُوَإِلاَّذِكْرٌلِلْعَلَمِيْنَ.وَلَتَعْلَمُنَّ
نَبَأَهُ بَعْدَحِيْنٍ
Al-Quran
itu akan selalu menjadi peringatan bagi manusia. Manusia hendaklah senantiasa
ingat dan mengetahui berita-berita besar masa lalu, di samping Al-Quran memberi
“ramalan” di masa depan.
b)
Hubungan nama surat dengan tujuan turunnya.
·
Hubungan yang diketahui berdasarkan riwayat.
Misalnya dalam surat an-Nahl agar menjadi ibarat bagi
manusia supaya menjadi makhluk beriman dan berguna seperti lebah itu, ibarat
itu memperingatkan manusia agar tidak jatuh derajatnya ke tingkat sendah
seperti kafir.
·
Hubungan yang diketahui berdasarkan penelaah pikiran secara logis.
Misalnya menurut Az-Zamlakany, surat Al-Isra’ membuat
kisah Isra’ Nabi Muhammad SAW dari masjidil Al-Haram ke masjidil Al-Aqsha.
Peristiwa ini diingkari oleh kaum musyrikin. Mereka mendustakan Nabi Muhammad
SAW dan Allah SWT. Oleh karena itu, surat ini diawali dengan penyucian terhadap
Allah dari selain Allah.
c)
Hubungan surat dengan surat sebelumnya.
Contohnya surat Al-Baqarah dengan surat Al-Fatihah. Surat Al-Fatihah memuat
pokok-pokok isi Al-Quran. Surat Al Baqarah dimulai dengan الم ذَلِكَ الْكِتَابُ لاَرَيْبَ
فِيْهِ . yang merupakan isyarat kepada ayatاِهْدِنَاالصِّرَاطَ الْمُستَقِيْمَ . mereka meminta petunjuk
(hidayah) jalan yang lurus. Jalan lurus itu adalah kitab Allah menurut riwayat
hakim dari Ibn Mas’ud.
d)
Hubungan penutup surat terdahulu dengan awal surat berikutnya.
Misalnya,
penutup surat Yunus (10) ayat 109 berkaitan dengan permulaan surat Hud ayat 1.
Surat Yunus ditutup dengan perintah untuk mengikuti segala apa yang Allah
wahyukan, yaitu kitab Allah . surat Hud dimulai dengan pernyataan tentang kitab
Allah yang tersusun rapi dan terperinci.
وَاتَّبِعْ مَايُوْحَى إِلَيْكَ...(يونس)
آلر كِتَابٌ أُحْكِمَتْ اَيَاتُهٗ ثُمَّ فُصِّلَتْ (هود)
3.
Urgensi
Munasabah
Pembahasan tentang tanasub ayat-ayat dan surat-surat al
qur’an sangat penting, apalagi bagi mereka yang ingin mendalami makna yang
terkandung dalam ayat-ayat al qur’an. Dengan dikuasainya ilmu ini oleh
seseorang maka dia akan merasakan secara mendalam bahwa Al Quran merupakan satu
kesatuan yang utuh dalam untaian kata-kata yang harmonis dengan makna yang kokoh, tepat, dan akurat sehingga sedikit pun
tak ada cacat. Dengan dikuasainya ilmu tanasub ini oleh seseorang, maka semakin
terang baginya bahwa Al-Quran itu betul-betul kalam Allah, tidak hanya teksnya,
melainkan susunan dan urutan ayat-ayat dan surat-suratnya pun atas petunjukNya,
sebagaimana diakui oleh ulama seperti dr. Abd Allah Darraz.[11]
Apabila
ilmu tanasub tidak dikuasai, maka seseorang akan kesulitan dalam memahami
Al-Quran, dan tak mustahil dia akan kelirudalam memahami dan menafsirkannya
seperti kekeliruan Guillaume yang menganggap sistematika susunan Al-Quran kacau
karena ayat-ayat madaniyyat ada yang masuk dalam kelompok ayat-ayat makkiyyat
dan sebaliknya. Seandainya ilmuwan semisal Guillaume itu mempunyai sedikit
pengetahuan tentang munasaabat tentu penilaian negatif sebagaimana dikemukakannya
itu tidak akan timbul, atau paling tidak, dia akan lebih berhati-hati dalam
memberikan penilian terhadap Al-Quran sebagai kitab suci yang langsung turun
dari Allah.[12]
Kecuali tu, dengan dikuasainya ilmu tanasub, maka
seseorang akan merasakan suatu mukjizat yang luar biasa dalam sususnan
ayat-ayat dan surat-surat Al-Quran. Dia akan tahu penempatan suatu kata atau
kalimat dalam untaian ayat-ayat Al-Quran betul-betul sangat tepat dan
akurat. Mengingat peranpenting ilmu
tanasub, maka masuk akal bila pakar ulama tafsir seperti Ibn al-Arabi
menyatakan bahwa kajian munasabat adalah suatu ilmu yang besar dan mulia, hanya
orang-orang tertentu yang dapat menggalinya. Bahkan al-syaikh Abu Bakr
al-Nasyaburi menyatakan kemarahannya terhadap ulama Baghdad yang tidak mau tahu
dengan ilmu munasabat. Al-zarkasyi juga mengetahui pentingnya ilmu ini dengan
menyatakan secara tegas bahwa munasabat
adalah ilmu yang amat mulia yang dapat memelihara dan meluruskan pola
pikir serta mengenal kadar kemampuan seseorang dalam berbicara.[13]
D.
KESIMPULAN
Munasabah adalah kemiripan-kemiripan yang terdapat pada
hal-hal tertentu dalam Al-Quran baik surat maupun ayat-ayatnya yang
menghubungkan uraian satu dengan yang lainnya. Manam-macamnya adalah hubungan
kalimat dalam ayat, hubungan ayat dengan
ayat dalam satu surat, hubungan penutup ayat dengan kandungan ayatnya, hubungan
awal uraian surat dengan akhir uraian surat, hubungan nama surat dengan tujuan
turunnya, hubungan surat dengan surat sebelumnya, hubungan penutup surat
terdahulu dengan awal surat berikutnya. Urgensinya adalah dalam memahami
keserasian antar makna, mukjizat Al-Quran secara balaghah, kejelasan,
keterangannya, keteraturan susunan kalimatnya, dan keindahan gaya bahasanya.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qathan, Syaikh Manna. Pengantar Studi Ilmu Al-quran (terj)
oleh Aunur Rafiq El-Mazni dari Mabahis fi ‘Ulumul Quran. Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar. 2006.
Baidan, Nashruddin. Wawasan Baru Ilmu Tafsir. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. 2005
Syafe’i, Rachmat.
Pengantar Ilmu Tasir. Bandung:
Pustaka Setia. 2006
Syakur, M. Ulum
al-Quran. Semarang: PKPI. 2001
Usman.
Ulumul Quran. Yogyakarta: Sukses offset. 2009.
[6] Syaikh Manna Al-Qathan,
Pengantar Studi Ilmu Al-quran (terj) oleh Aunur Rafiq El-Mazni dari Mabahis
fi ‘Ulumul Quran, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006, hal 119
oalaahh jebule kog punyamuu...
ReplyDeletehahahaa...
aq searching munasabah ayat, ee gak taunya dirimu sing nongol. Cieee
ReplyDelete